“Hidup bagaikan roda. Kadang di bawah, kadang di atas.”
Kalimat di atas pernah saya baca di bak belakang sebuah
truk. Kalimat seperti itu memang khas kalimat-kalimat yang ada di bak belakang
truk. Kalimat kocak (humor), tapi kalau direnungkan ada makna di dalamnya.
Seperti kalimat di atas. Kalimat tersebut ada benarnya.
Bahkan sangat tepat untuk mengibaratkan hidup kita di dunia.
Tak perlu diperdebatkan, kita pun mengalaminya.
Kadang-kadang hidup kita ada di ‘atas’ dan kadang-kadang pula berada di
‘bawah’. Dan ini sesuai dengan hukum kehidupan yang ke-tiga, yaitu Sunnah
Tadawul atau Hukum Pergiliran.
Kali ini kita akan membahas hukum kehidupan yang ke-3 ini,
setelah 2 tulisan kemarin kita membahas hukum kehidupan pertama (Hukum
Perlombaan) dan hukum kehidupan ke-2 (Hukum Perlawanan).
Hukum pergiliran yang saya maksudkan sebagai hukum kehidupan
ke-3 ini dalam bahasa sehari-hari mungkin kita kenal dengan istilah siklus
kehidupan.
Berbicara soal hukum pergiliran atau siklus kehidupan ini
kita diingatkan dengan kisah Nabi Yusuf As. Nabi Yusuf As adalah putra dari Nabi
Yaqub As, beliau dilahirkan dan tumbuh dalam dekapan hangat kasih sayang orang
tuanya. Apalagi setelah beliau menceritakan mimpinya kepada ayahnya.
Tetapi rupanya kasih sayang orang tuanya ini disikapi lain
oleh saudara-saudara Nabi Yusuf. Mereka merasa iri dan dengki, sehingga di
suatu kesempatan mereka melemparkan Nabi Yusuf ke dalam sumur dan
meninggalkannya.
Nabi Yusuf kemudian ditemukan oleh para pedagang yang hendak
pergi ke Mesir. Nabi Yusuf pun dijual sebagai budak, dan kemudian dibeli oleh seorang
pejabat negara di Mesir. Dia pun menjalani masa-masa remajanya di tengah
keluarga seorang pembesar Mesir.
Rupanya diam-diam istri pejabat Mesir ini tertarik dengan
ketampanan Nabi Yusuf. Dia kemudian menjebak Nabi Yusuf untuk melakukan
perbuatan zina. Nabi Yusuf menolak dan mempertahankan kesuciannya dari godaan
istri pembesar Mesir itu.
Karena fitnah yang dilontarkan istri pejabat Mesir itu, Nabi
Yusuf lalu dipenjara. Setelah beberapa lama di penjara, karena Nabi Yusuf bisa
menafsirkan mimpi Raja Mesir saat itu, maka dia dibebaskan dan kemudian
diangkat menjadi salah satu pejabat negara Mesir.
Begitulah siklus kehidupan atau hukum pergiliran yang
dialami Nabi Yusuf As, dari terdzalimi menjadi orang yang
berkuasa.
Hukum Pergiliran ini Allah Swt nyatakan berlaku untuk semua
manusia bukan hanya untuk seorang nabi. Salah satunya Dia firmankan di surat
Ali Imran ayat ke-140.
“dan janganlah kamu merasa hina dan bersedih, sebab
kamulah yang lebih tinggi jika kamu beriman. Jika kamu tersentuh kekalahan
(musibah), maka luka (musibah) yang sama juga menimpa kaum yang lain.
Demikianlah hari-hari (kemenangan) kami pergilirkan diantara manusia.”
Walaupun ayat di atas konteksnya saat pasca Perang Uhud,
tetapi dimana pun dan kapanpun Hukum Pergiliran itu akan selalu menyertai hidup
kita. Juga sebuah sinyalemen dari Allah Swt supaya kita tetap istiqomah, baik
saat kita sedang ‘di bawah’ maupun saat kita sedang ‘ di atas’.
Sunnah Tadawul atau Hukum Pergiliran membuat kita
akan tetap optimis dalam menjalani kehidupan ini. Saat kita terpuruk di ceruk
yang paling dalam, kita yakin kondisi ini tidak akan selamanya. Allah Swt pun
memberi stimulus optimisme kepada kita.
“Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum
mereka mengubah apa yang ada di dalam diri mereka sendiri.” (Qs. ar-Ra’du:
11)
Ayat ini memberi kita paradigma untuk jangan patah arang
karena semenderita bagaimana pun kesusahan kita, selalu tersedia kesempatan
untuk berubah ke keadaan yang lebih baik.
Selain itu, Hukum Pergiliran ini pun menjadi peringatan bagi
siapa pun yang sedang berada di puncak kejayaan untuk tidak berlaku zalim dan
sombong. Karena sekuat apapun, kalau tiba saatnya dipergilirkan untuk tumbang,
maka akan jatuh pula.
Itulah yang terjadi pada Firaun dan Namruz.
Semoga kita bisa
menyikapi ketiga Hukum Kehidupan ini dengan tepat.
Semoga menjadi bekal kita dalam mengarungi bahtera kehidupan ini.
Komentar
Posting Komentar