Akhir-akhir ini kita disuguhi berbagai berita
– dari media online atau televisi – yang membuat miris.
Beberapa kejadian membuat kita jadi bertanya-tanya, sudah sebinatang itukah manusia sekarang?
Nyawa manusia seolah tak berharga. Seorang
adik tega menghabisi nyawa kakaknya. Suami kehilangan akal sehat tatkala
menyewa pembunuh bayaran untuk menyingkirkan sang istri.
Sekelompok orang begitu dingin ketika
memutilasi korban. Segerombolan suporter ringan tangan mengayunkan senjata
tajam kepada pendukung lawan. Ada ayah yang membunuh anaknya, ada pula seorang
ibu yang menghabisi nyawa anak-amannya, ada seorang anak yang membuang ayah
kandungnya sendiri. Ada yang sakit hati karena
ditagih utang lalu mengakhiri hidup si penagih, dan lain-lain.
Rasanya tiada hari tanpa berita kriminal,
khususnya pembunuhan.
Mengapa manusia tega menghabisi nyawa
sesama manusia?
Padahal manusia adalah makhluk paling mulia
di antara makhluk-makhluk ciptaan Allah yang lain.
Tentu saja jawaban sederhana adalah karena
manusia memiliki hawa nafsu dan adanya setan yang tak henti menggoda setiap
manusia. Namun, pasti tidak sesederhana itu. Melihat sisi hawa nafsu yang
dimiliki manusia, maka kita akan melihatnya dari sisi psikologi atau kejiwaan,
yang tidak sederhana.
Fenomena manusia membunuh sesama manusia
memunculkan istilah 'Homo Homini Lupus'. Wikipedia menjelaskan
istilah tersebut sebagai berikut.
‘Homo homini lupus, bentuk pendek dari Homo homini lupus est, adalah
sebuah istilah dalam bahasa Latin yang berarti "Manusia adalah serigala
bagi sesama manusianya". Istilah tersebut pertama kali dicetuskan dalam
karya Plautus berjudul Asinaria (195 SM lupus est homo homini). Istilah
tersebut juga dapat diterjemahkan sebagai manusia adalah serigalanya manusia
yang diinterpretasi berarti manusia sering menikam sesama manusia lainnya. Homo
homini lupus sering disebutkan dalam diskusi-diskusi mengenai kekejaman yang
dapat dilakukan manusia bagi sesamanya.'
Istilah homo homini lupus pun muncul
di karya seorang filsuf dan penulis Inggris abad ke-17 bernama Thomas Hobbes.
Artinya, dalam kondisi tertentu manusia
bisa lebih kejam dari seekor serigala. Dan ini sangat mungkin, karena Al-Quran
pun menjelaskannya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Sungguh, Kami benar-benar telah
menciptakan banyak dari kalangan jin dan manusia untuk (masuk neraka) Jahanam
(karena kesesatan mereka). Mereka memiliki hati yang tidak mereka pergunakan
untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan memiliki mata yang tidak mereka pergunakan
untuk melihat (ayat-ayat Allah), serta memiliki telinga yang tidak mereka
pergunakan untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak,
bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah." (QS.
Al-A‘raf: 179)
Ayat di atas menjelaskan karakter
orang-orang kafir, sehingga Allah swt menjerumuskan mereka ke dalam neraka.
Mereka tidak mempergunakan semua yang Allah berikan untuk memahami (dan
mengamalkan) ayat-ayat Allah swt.
Di akhir ayat Allah swt menjelaskan bahwa
mereka itu lebih sesat dari hewan ternak. Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan
maksud dari lebih sesat daripada hewan ternak, karena hewan ternak adakalanya
memenuhi seruan penggembalanya di saat penggembalanya memanggilnya, sekalipun
ia tidak mengerti apa yang diucapkan penggembalanya. Hewan ternak melakukan
perbuatan sesuai dengan apa yang diciptakan untuknya, adakalanya berdasarkan
tabiatnya, adakalanya pula karena ditundukkan (oleh penggembalanya).
Lain halnya dengan mereka (orang-orang
kafir).
Semoga kita tidak
termasuk manusia yang kafir.
#uripwid
semangat
BalasHapus