“Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin
Mas’ud, beliau berkata, ‘Rasulullah Saw menyampaikan kepada kami dan beliau
adalah orang yang benar dan dibenarkan, ‘Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan
penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari,
kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari, kemudian
menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya
seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk
menetapkan empat perkara: Menetapkan rezekinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau
kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak ada ilah selain-Nya, sesungguhnya di antara
kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga hingga jarak antara dirinya dan
surga tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia
melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. Sesungguhnya
di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara
dirinya dan neraka tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya
ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli surga, maka masuklah dia ke dalam surga.” (HR. Bukhori Muslim)
Menurut hadis di atas, selain mati, amal,
dan bahagia atau celaka, (jatah) rezeki kita selama hidup di dunia adalah
sesuatu yang default. Sudah ditetapkan sejak kita masih di dalam rahim
ibu kita. Artinya hidup kita di dunia hanya selama jatah rezeki kita ada. Kalau
sudah habis, ya habis juga waktu kita hidup di dunia, alias meninggal dunia.
Jadi – dalam hidup ini – jangan takut
kekurangan rezeki. Setiap manusia sudah punya jatah rezekinya masing-masing,
dan gak akan tertukar. Dan juga rezeki itu tidak akan salah orang. Kalau sudah
rezeki kita, bagaimana pun akan menghampiri kita. Sebaliknya, kalau bukan
rezeki kita, walaupun sudah ada di depan mata, tidak akan dapat kita nikmati.
Lalu, kalau sudah ada jatahnya masing-masing,
untuk apa kita bekerja?
Pertama, kita bekerja bukan untuk mencari
rezeki, melainkan untuk mencari pahala atau sebagai ibadah. Karena hakikatnya
kita hidup di dunia ini, tugasnya cuma satu, yaitu beribadah. Karena sudah
default, sebenarnya bekerja tidak bekerja rezeki kita tetap ada.
Kedua, rezeki itu semati kematian, sesuatu
yang pasti tetapi misterius. Semua makhluk - termasuk manusia - pasti akan
mati. Namun, masih misteri kapan, di mana, dan bagaimana. Begitupun rezeki.
Semua manusia sudah memiliki (jatah) rezeki. Namun, masih misteri berapa
banyak, bagaimana cara dan kapan datangnya. Oleh karenanya, salah satu peluang
untuk mendapatkannya adalah dengan cara kita bekerja.
Termasuk yang sering dipertanyakan tentang
rezeki ini adalah, kenapa rezeki tiap orang berbeda? Ada yang banyak dan mudah
mendapatkannya. Seperti kita melihat orang yang bisnisnya sukses, omsetnya naik
terus, asetnya banyak, atau investasinya di mana-mana. Namun, ada yang sedikit.
Walaupun sudah berusaha semaksimal mungkin, tetapsaja yang didapatnya sedikit.
Jawabannya, karena Allah Swt Maha Pengatur,
Mahatahu dan Mahaadil.
Maksudnya?
Allah Swt sangat mengetahui kadar kemampuan
manusia dalam menerima rezeki. Sehingga Allah Swt dengan keadilan-Nya kemudian
mengatur, siapa saja yang dapat banyak dan siapa saja yang dapat sedikit.
Karena bisa saja seseorang diberi rezeki
banyak ahirnya malah menjadi orang yang durhaka. Seperti Qorun di zaman Nabi
Musa As.
Tentang ini Allah Swt menjelaskan,
“Seandainya Allah melapangkan rezeki
kepada hamba-hamba-Nya, niscaya mereka akan berbuat melampaui batas di bumi.
Akan tetapi, Dia menurunkan apa yang Dia kehendaki dengan ukuran (tertentu).
Sesungguhnya Dia Mahateliti lagi Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya.” (QS.
Asy-Syura: 27)
Sangat jelas dalam ayat tersebut, jika
dilapangkan rezekinya, maka mereka akan berbuat melampaui batas.
Diriwayatkan Asbabun Nuzul ayat ini
berkenaan dengan angan-angan Ahlush Shuffah, yakni orang-orang miskin yang tinggal
di Masjid Nabawi, agar diberi rezeki yang berlimpah ruah. Kemudian AllahSwt –
menjawab angan-angan mereka – menegaskan bahwa Dia akan menurunkan rezeki
kepada tiap orang sesuai kadar yang diinginkan-Nya.
Hikmah dari memahami ayat ini adalah, kita
jangan iri dengan perolehan rezeki atau harta yang dimiliki orang lain. Serta
kita harus selalu bersyukur atas apa yang kita dapat dan miliki saat ini.
#uripwid
Komentar
Posting Komentar