Dua bulan lagi kita, rakyat Indonesia, akan menentukan siapa
Presiden RI untuk periode 2019-2024. Apakah pa Jokowi akan meneruskan
jabatannya, atau pa Prabowo yang akan menggantikan. Masing-masing punya kans
untuk memenangkan kontes demokrasi yang akan digelar 17 April nanti.
Persaingan perebutan kursi Presiden kali ini istimewa,
karena merupakan pertandingan ulang pemilu sebelumnya, tahun 2014. Walaupun kedua
Cawapresnya berganti. Kalo di 2014 pa Jokowi berpasangan dengan pa Jusuf Kalla
dan pa Prabowo berpasangan dengan pa Hatta Rajasa. Sekarang pa Jokowi
berpasangan dengan KH Ma’ruf Amin, sementara pa Prabowo berpasangan dengan bang
Sandiaga Uno.
Pertandingan ulang memang selalu menarik. Selalu mengundang
kepenasaraan. Sebagaimana sering terjadi du dunia olah raga, khususnya tinju.
Tidak terkecuali Pilpres sekarang. Bahkan sepertinya
pertandingan itu sudah dimulai dari beberapa bulan lalu. Coba saja tengok
medsos, khususnya FB dan Twiter, bahkan WA pun yang aslinya messenger seolah
menjadi medsos dengan ramenya postingan dari pendukung kedua kubu.
Pertarungan di dunia maya memang lebih heboh disbanding di
dunia nyata hehe..
Rame sekali hari-hari ini di sosmed, pertempuran cyber makin
seru, perang opini, saling berbalas status, saling share black news lawan, dll,
mulai dari yang lucu sampe yang serem, bikin ngeri hiiiyy..
Dari pendukung resmi kedua kubu sampai relawan dadakan,
semua seolah menjadi yang paling berkepentingan untuk memenangkan pasangan yang
didukungnya.
Mudah-mudahan semua itu hanya perang opini, hanya
pertarungan semu di dunia maya. Bukan sebenarnya yang akhirnya menyebabkan
persaudaraan dan persatuan terganggu.
Baik, kali ini saya menulis dengan diberi judul “Kualitas Pemimpin
bergantung pada Kualitas Pemilihnya”
Apa maksudnya?
Maksudnya, siapapun yang memimpin di sebuah komunitas, maka
kualitas pemimpin itu tidak jauh-jauh amat sama para pengikutnya. Dalam konteks
pemilihan, maka kualitas pemimpin yang terpilih akan sesuai kualitas para
pemilihnya.
Saya menulis ini terinspirasi oleh pernyataan Khalifah
'Abdul Malik bin Marwan kepada rakyatnya suatu hari.
"Wahai rakyatku, bersikaplah adil (kepada kami,
penguasa kalian)! Kalian menginginkan supaya kami sebagai pemimpin seperti Abu
Bakar dan Umar, tapi kalian sendiri kepada kami dan kepada diri kalian sendiri
tidak seperti rakyat Abu Bakar dan Umar!”
Saya sih cukup tersindir dengan pernyataan Khalifah di atas
hehe..
Kenapa?
Ya, karena kita selalu ingin pemimpin itu yang jujur, amanah,
tidak korupsi, sholeh, dll yang positif-positif. Tapi kita sendiri, sebagai
rakyat, sebagai pemilih, tidak berusaha duluan memiliki karakter-karakter yang
diinginkan tadi. Padahal pemimpin itu adalah seseorang yang akan muncul di
antara kita, rakyat, permilihnya.
kan ga ada ceritanya pemimpin yang akan kita pilih itu
diimpor dari luar.
Ada firman Allah swt yang mungkin relevan:
"Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang yang
zalim itu menjadi teman bagi sebagian yang lain disebabkan apa yang mereka
usahakan.” (QS Al-An’am [6]: 129)
Allah menyebutkan dalam ayat ini, sebagaimana yang dikatakan
oleh Al-Imam Ath-Thurthusy, bahwasanya Allah akan memberikan kepada suatu kaum
pemimpin yang sama dengan mereka.
So.. jangan protes kalo pemimpin kita 'jelek', karena kita
sendiri mungkin sama atau lebih 'jelek'.
Setiap produk atau output itu dipengaruhi 2 hal: input atau
bahan baku dan proses.
Nah.. pemimpin itu output, prosesnya pemilihan umum (pilpres)
dan inputnya masyarakat, termasuk kita, termasuk saya, hanya takdir saja yang
menjadikan saya tidak jadi kandidat di pilpres nanti hehe..
Singkatnya “pemimpin terpilih akan sama dengan kita yang
memilihnya”.
Jadi…
Mau pemimpin (presiden) yang hebat?
Bikin dulu masing-masing kita menjadi pribadi hebat.
Mau pemimpin (presiden) yang jujur?
Bikin dulu masing-masing kita menjadi pribadi yang jujur.
Mau pemimpin (presiden) yang adil?
Bikin dulu masing-masing kita menjadi pribadi yang adil.
Demikian
Komentar
Posting Komentar