Kisruh pasca pemilu sudah sepekan
belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir, bahkan sepertinya tensinya semakin
meningkat. Kekisruhan ini diawali dengan dipublishnya hasil Real Count (QC)
dari beberapa Lembaga survey di media-media TV, 1 jam setelah pemilihan
selesai. Ada beberapa alasan kenapa RC jadi awal kekisruhan terjadi. Pertama,
hasil QC yang memenangkan 01 tidak diterima kubu 02, dengan alasan sangat
berbeda dengan fenomena dukungan pada 02 saat masa kampanye. Kedua, waktu yang
terlalu cepat hasil QC keluar, padahal proses penghitungan baru saja dimulai,
sehingga banyak yang mempertanyakan validitasnya. Ketiga, kubu 02 punya data
sendiri yang menunjukkan pihaknya lebih banyak suaranya.
Kekisruhan berkembang dengan
terjadinya kesalahan yang terjadi saat entry Real Count (RC) oleh KPU. Kesalahan
yang terjadi berulang menyebabkan masyarakat curiga itu karena kesengajaan (kecurangan).
Ditambah info-info yang bertebaran di medsos, baik yang hoax maupun yang benar,
menyebabkan kekisruhan makin panas.
Dalam tulisan ini saya hanya akan
membahas tentang Quick Count (QC), karena menurut saya, itu awal kekisruhan
yang sampai saat ini masih terjadi.
Apa sih Quick count itu?
Menurut Wikipedia QC itu adalah, adalah
sebuah metode verifikasi hasil pemilihan umum yang dilakukan dengan
menghitung persentase hasil pemilu di tempat pemungutan suara (TPS) yang
dijadikan sampel. Berbeda dengan survei perilaku pemilih, survei pra-pilkada
atau survei exit poll, hitung cepat memberikan gambaran dan akurasi yang lebih
tinggi, karena hitung cepat menghitung hasil pemilu langsung dari TPS target,
bukan berdasarkan persepsi atau pengakuan responden. Selain itu, hitung cepat
bisa menerapkan teknik sampling probabilitas sehingga hasilnya jauh lebih
akurat dan dapat mencerminkan populasi secara tepat.
Lalu bagaimana cara kerja QC itu?
Berikut tahapan-tahapan kerja lembaga survei saat melakukan
quick count:
1. Menentukan sampel TPS
Langkah pertama adalah menentukan
sampel TPS. Sampel TPS yang diambil harus diambil secara acak dan representatif
dengan mewakili karakteristik populasi di Indonesia. Semakin besar jumlah
sampel TPS yang diambil, semakin kecil tingkat kesalahan atau margin of error. Dengan
metode acak (random sampling), terutama multistage random sampling tingkat
akurasi QC semakin tepat. Titik krusial QC ada di sampling (penentuan sampel).
Semakin ketat melakukan sampling, semakin bagus (hasilnya).
2. Merekrut relawan
Merekrut relawan adalah langkah
kedua QC. Para relawan ini bertugas memantau TPS hingga rekapitulasi suara
untuk kemudian mengirimkannya ke pusat data. Prosedur standarnya, para relawan
direkrut berdasarkan asal kelurahan di mana sampel TPS berada. Alasannya, para
relawan bisa lebih mengetahui tantangan geografis dan sosial wilayah TPS.
3. Simulasi quick count
Langkah selanjutnya adalah
menguji coba apakah mesin tersebut telah bekerja dengan baik. Simulasi ini bertujuan
untuk mengetahui letak kelemahan mesin quick count. Dengan demikian, human
error dan technical error tidak terjadi pada hari-H.
4. Mengirim rekapitulasi ke pusat data
Para relawan yang memantau di
setiap TPS biasanya akan mengirim hasil rekapitulasi suara dalam formulir C-1
dengan menggunakan layanan pesan singkat, SMS atau WA. Mereka mengirimkan hasil
rekapitulasi ke pusat data. Setelah masuk ke data center, kemudian ditabulasi.
5. Mengolah data dan menampilkan hasil
Setelah data lapangan masuk ke
pusat data, maka data tersebut akan diolah melalui perangkat lunak (software)
yang dibuat oleh programer. Proses pengolahan data dilakukan dengan menerapkan
ilmu statistik yang secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan.
Sebenarnya QC ini suatu metode
survey yang sudah diakui secara ilmiah dan disepakati bisa digunakan untuk
men-sampling. Lalu kenapa justru QC ini jadi sumber kekisruhan pada pemilu
sekarang?
Ketidak percayaan!
Ya, ketidakpercayaan publik kepada
independensi Lembaga survey dan kepada KPU sebagai pelaksana RC.
Masifnya (banyak terjadi)
kesalahan ketik saat RC lah yang menyebabkan masyarakat, khususnya kubu 02,
curiga KPU telah berpihak pada 01. Apalagi kesalahan ketik itu lebih banyak
menguntungkan pihak 01.
Sebenarnya sederhana logika public
ini.
Premis 1 : Jika hasil QC sesuai atau mendekati hasil RC,
maka tidak perlu melakukan kecurangan.
Premis 2 : Terjadi banyak kecurangan (kesalahan masif) dalam
proses RC.
Konklusi : Hasil QC tidak
sesuai atau tidak mendekati hasil RC.
Public tidak percaya hasil QC
bukan pada metode QC nya, tapi pada apa yang dilakukan Lembaga survey dalam
melakukan QC itu. Public curiga bahwa QC ini memang disetting supaya hasilnya
memenangkan 01. Pertanyaannya, memang QC bias di setting?
Utk menjawabnya, kita bias lihat
tulisan di atas tentang tahapan melakukan QC. Dari tahapan-tahapan di atas, ada
titik dimana QC bias disetting supaya hasilnya sesuai dengan yang diharapkan.
1. menentukan sampel TPS
Idealnya sampel TPS ini harus tersebar
merata, diambil acak sesuai teori statistik. Tapi realnya TPS yang akan
dijadikan sampel bias ditentukan oleh Lembaga survey, dengan memilih TPS
di daerah-daerah yang menjadi lumbung suara 01. Dan datanya ada, misal bias melihat
hasil pemilu 2014 yang lalu. Jumlah TPS yang dijadikan sampel ini pun bias diatur,
toh data-data TPS yang dijadikan sampel ini tidak diumumkan ke public.
2. rekrut relawan
Walaupun Namanya relawan, tentu
mereka yang direkrut tidak dengan sukarela mau bekerja untuk Lembaga survey untuk
melakukan QC. Tentu mereka dibayar, dan posisi yang dibayar biasanya tidak
punya posisi bargaining, mereka akan melakukan sesuai dengan apa yang
diinstruksikan oleh yang membayar mereka. Dan Lembaga survey bias saja
menginstruksikan sesuatu supaya hasil QC ini memenangkan 01.
Sebenarnya lembaga survey dan KPU
adalah pihak yang bias mendinginkan suasana panas yang terjadi sekarang.
Lembaga survey, silahkan menginformasikan
ke public berapa TPSdan TPS daerah mana saja yang dijadikan sampel QC.
KPU, saat input data untuk RC panggil kedua pihak, 01 dan 02, untuk menyaksikan proses RC, sekaligus siarkan secara Live melalui streaming di web resmi KPU, sehingga public turut menyaksikan.
Kalua kedua hal diatas dilakukan,
saya kira kekisruhan yang semakin memanas ini akan mereda. Dan kedua Lembaga akan
terjaga kredibilitasnya.
Demikian.
Tasikmalaya, 24 April 2019
Uripwid
Komentar
Posting Komentar