Kokok ayam membangunkanku. Namun, dinginnya pagi membuat
tanganku menarik selimut ke atas, menutupi kepala. Kehangatannya membuat
lelapku berlanjut.
Setengah jam kemudian.
Bunyi gawai membangunkanku. Awalnya kuhiraukan, mata ini
serasa rapat tidak mau dibuka. Tapi suaranya yang menusuk gendang telinga dan
tidak berhenti, memaksaku bangun untuk meraih benda pipih itu.
Rupanya Tedi.
“Ya!” jawabku serak.
“Syukur deh, kirain lu pingsan. Cepet sini, gua di kantin
biasa,” teriak Tedi di seberang sana.
Kugeleng-gelengkan kepala, mengusir kantuk yang masih
memberati kepalaku. Kulirik arloji yang menunjukkan pukul tujuh. Kuingat-ingat
lagi. Semalam masuk kamar ini pukul 9, sekarang bangun jam 7. Perasaan tidurku
pun nyenyak. Aku tersenyum sendiri.
Betul kata Tedi, aku patut bersyukur, malam tadi tidur
nyenyak tanpa ada gangguan apa-apa. Berarti tantangan pertama aku lulus.
Aku memang lagi menerima tantangan dari Tedi. Tidur di rumah
kakeknya yang sudah kosong sebulan.
Sejak kakeknya meninggal sebulan yang lalu, tidak ada yang
mau tidur di rumah ini. Asisten tumah tangga yang dulu membantu dan menemani
kakeknya Tedi, sekarang hanya datang siang hari saja. Itu pun dua hari sekali,
hanya untuk bersih-bersih.
Seminggu yang lalu memang ada yang tidur. Kakaknya Tedi dan
istrinya yang datang dari luar kota terpaksa tidur di rumah itu, karena di
rumah Tedi sudah tidak ada kamar kosong lagi. Tapi mereka cuma tidur semalam.
Esoknya pindah ke hotel.
“Lebih baik tidur di hotel, biar mahal juga. Daripada tidur
diganggu hantu.” Begitu jawabnya saat ditanya Tedi.
Rupanya rumah itu berhantu, makanya tidak ada yang mau tidur
di rumah itu.
Saat kubilang, ‘Aku gak percaya’, waktu Tedi cerita tentang
rumah itu padaku, dia malah nantang.
“Kuberi kau dua ratus ribu semalam, kalau berani tidur di
situ.”
“Oke,” jawabku. “Siapkan saja uang sejuta. Aku akan tidur
lima malam di sana.”
“Ok, Deal!” Tedi mengulurkan tangan dan langsung kusambut.
***
Setengah jam kemudian aku sudah memasuki kantin. Kuhampiri Tedi
yang sedang menikmati kopi.
“Bisa tidur nyenyak juga rupanya, Kau.” Tedi senyum saat aku
datang.
“Lu, liat kan. Aku aman-aman saja,” kataku menepuk dada dan
duduk di depannya. “Pesenin gua mie rebus dong, lapar nih.”
Tedi memanggil ibu kantin, dan memesan mie rebus.
“Serius, Bro. Lu tadi malam ga ada yang ganggu?”
“Enggak, tidurku malah nyenyak sekali. Malam nanti gua pasti
tidur di situ lagi.”
Akhirnya mie rebus yang ditunggu datang.
Sambil menikmati mie, kubuka HP, saat buka Galery, kaget, sampai
HP terjatuh.
“Ada apa, Bro?” tanya Tedi.
Aku hanya menggeleng, berusaha bersikap biasa saja. kututupi
keterkejutanku dengan meraih HP yang jatuh.
Setelah mie rebus tandas.
“Sori, Ted. Kayaknya gua malam ini ga jadi tidur lagi di
rumah itu.”
“Lho! Kenapa emang?”
“Lupa, gua ada janji sama si Joni.”
Tentu aku tidak akan cerita ke Tedi, bahwa di Galery-ku
terlihat ada foto aku sedang tidur di rumah itu, jam dinding di foto itu
menunjukkan jam 2 lebih 10, berarti tadi malam.
Entah siapa yang ambil foto dengan HP-ku. Yang jelas semalam
di rumah itu hanya aku sendiri.
Komentar
Posting Komentar