Menulislah! Maka Anda akan Sehat

 


Benarkah dengan menulis kita akan sehat?

 

Ada tiga unsur dalam diri seorang manusia, yaitu akal, hati dan jasad atau fisik. Ketika Anda menulis sebuah cerpen, misalnya. Akal Anda akan berpikir tema apa yang akan ditulis, kemudian bagaimana mencari kosa kata yang tepat dan bagaimana merangkaikan beberapa kosa kata tersebut sehingga menjadi kalimat yang indah. Hati anda pun akan diajak mengeluarkan perasaannya sesuai tema dari cerita yang Anda tulis, apakah tentang kesedihan, kebahagiaan, atau kemarahan, supaya cerita yang Anda tulis itu berbobot. Terakhir, tentu fisikpun aktif selama menulis, khususnya kesepuluh jari dan mata kita. Jadi, dengan rutin menulis maka sama saja kita mengaktifkan ketiga unsur tersebut secara rutin, dan rutinitas ini yang akan menjaga kesehatan ketiganya.

 

Sesederhana itu? tentu tidak! Ada beberapa imbas lain dari kegiatan menulis terhadap kesehatan penulisnya.

 

Situs doktersehat.com dalam artikelnya yang berjudul ’13 Manfaat Menulis bagi Kesehatan dan Karier’ mengungkapkan bahwa aktivitas menulis dapat mengatasi gejala depresi dan kecemasan. Terutama menuliskan perasaan atau emosi yang sedang dirasakan. Karena dengan menuliskannya sama saja Anda sedang mengeluarkan semua emosi negatif yang selama ini tertahan di dalam diri Anda. 

 

Artikel tersebut juga menyampaikan hasil sebuah studi yang dilakukan di Selandia Baru. Studi tersebut melibatkan orang-orang yang pernah mengalami pengambilan biopsi kulit sebagai respondennya. Para peneliti menugaskan sebagian responden untuk menulis sebuah jurnal tentang kegiatan sehari-harinya selama 20 menit per hari, dan sebagian responden yang lain dilarang untuk menulis. Hasilnya, 76% dari responden yang menulis setiap hari mengalami kesembuhan sepenuhnya pada hari ke-sebelas. Hasil studi ini menunjukkan bahwa menulis dapat membantu pemulihan fisik lebih cepat.

 

Prof. James W. Pennebaker seorang pengajar di Souther Methodist University, USA pernah melakukan penelitian tentang pemulihan jiwa dengan cara menulis. Sang Profesor menyarankan kepada responden yang ditelitinya untuk menuliskan segala emosi yang dirasakan selama dua puluh menit secara konsisten. Dan di akhir penelitian, terbukti menulis bisa menjadi salah satu sarana untuk mengurangi stress, bahkan bisa menyembuhkan kanker. Dari hasil penelitiannya ini kemudian dikenal istilah Writing Therapy atau terapi menulis.

 

Salah seorang psikolog yang menerapkan Writing Therapy untuk menyembuhkan pasien-pasiennya adalah Katharina Amelia Hirawan. Bu Katharina ini sering melakukan Writing Camp untuk menerapi beberapa pasiennya. Di acara tersebut, dia meminta peserta untuk menuliskan semua perasaan yang ada dalam hati masing-masing. Menuliskannya secara langsung, spontan, tanpa perlu memperhatikan kaidah penulisan dan tanpa takut tulisannya dibaca orang. Dari beberapa acara Writing Camp, Bu Katharina seringkali menemukan bahwa bukan saja menjadi sarana terapi, tetapi menulis juga bisa menjadi media pengembangan diri, dan sering memunculkan banyak bakat-bakat baru dalam menulis sehingga memotivasi si peserta untuk menjadi seorang penulis.

 

Apakah kita bisa melakukan terapi menulis secara mandiri? Situs berita Tempo.co dalam rubrik Gaya menyajikan sebuah tulisan berjudul ‘Tips Menulis sebagai Terapi’. Dalam tulisan tersebut penulis Debra Yatim sebagai nara sumber menyebutkan beberapa tips untuk melakukan terapi untuk diri sendiri. Pertama, harus membuat jadwal, artinya harus ditetapkan hari apa dan jam berapa kita komitmen akan menulis, setiap hari lebih baik. Kedua, gunakan metode suka-suka, maksudnya Anda menulis secara bebas, tidak perlu terstruktur, tak perlu ada alur cerita, bebas kapan mau mengakhiri tulisan.

 

Menurut situs alterra.id dalam artikelnya yang berjudul ‘Menjaga Kesehatan Jiwa dengan Terapi Menulis’, ada lima gaya menulis yang bisa diterapkan saat melakukan terapi menulis, yaitu:

 

1. Menulis gaya bebas

Menuliskan semua perasaan tanpa beban, tanpa tekanan, bebas dari aturan menulis. Gaya ini cocok untuk yang baru mencoba menulis.

 

2. Menulis gaya ekspresif

Gaya ini cocok untuk yang mempunyai trauma pada masa lalu atau depresi. Tapi butuh keberanian untuk menuliskannya walaupun tulisannya itu tidak akan ditampilkan ke publik. Dengan menulis ekspresif semua sumber trauma atau depresi bisa tergali, dan Anda akan merasa lepas setelah menuliskannya.

 

3. Menulis gaya buku harian

Menuliskan kejadian yang Anda alami sehari-hari, kemudian dari tulisan tersebut, dengan membacanya kembali dan merenungkannya, Anda dapat mengambil pelajaran atau hikmah dari peristiwa tersebut. Menulis dengan gaya ini membutuhkan konsistensi, karena harus menulis setiap hari.

 

4. Menulis gaya surat

Gaya menulis ini sangat cocok untuk Anda yang masih merasa kesulitan untuk menyampaikan unek-unek kepada seseorang secara langsung. Dengan gaya ini semua yang ingin disampaikan ditulis sebagaimana Anda ingin menyampaikannya melalui sebuah surat, tapi tentu tidak benar-benar dikirimkan. Biasanya dengan gaya ini akan memunculkan rasa lega pada penulisnya.

 

5. Menulis gaya puisi

Ini lebih cocok untuk Anda yang memang punya jiwa seni. Menuliskan sebuah perasaan ke dalam bentuk puisi yang indah, selain muncul rasa lega karena telah melepaskan perasaan, juga menimbulkan rasa senang karena bisa menyalurkan hobi, menulis puisi.

 

Jadi, kalau Anda ingin sehat, maka menulislah!

Komentar