Disclaimer: Pak Jokowi yang saya tulis maksudnya pemerintah.
Hari-hari ini masyarakat Muslim Indonesia dilanda kegeraman.
Berita yang beredar beberapa hari terakhir menjadi pemicunya, apalagi kalau
bukan berita tentang rencana Pak Jokowi akan membuka izin investasi Miras atau
minuman keras.
Bagi seorang Muslim tentu saja itu bukan berita
kaleng-kaleng. Minuman keras adalah sesuatu yang haram atau wajib dijauhi.
Haram dalam perspektif seorang Muslim adalah sesuatu yang tidak boleh ada.
Tidak ada perselisihan ulama tentang haramnya minuman keras. Bahkan, konon,
agama non-Islam pun mengharamkan minuman keras dalam ajarannya.
Diinformasikan oleh Kompas dot com tanggal 27 Februari,
bahwa Pemerintah menetapkan industri minuman keras (miras) sebagai daftar
positif investasi (DPI) terhitung sejak tahun ini. Industri tersebut sebelumnya
masuk kategori bidang usaha tertutup. Kebijakan tersebut tertuang dalam
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman
Modal. Beleid yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini telah ditandatangani Presiden Joko Widodo
(Jokowi) dan mulai berlaku per tanggal 2 Februari 2021. Informasi lengkapnya dapat
dibaca di sini.
Rencana Pak Jokowi itu otomatis mendapat tentangan dari
masyarakat Muslim. Lihat saja di media-media sosial dua hari terakhir ini.
Bahkan beberapa tokoh masyarakat pun mengeluarkan penolakannya. Seperti kecaman
yang disampaikan legislator Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Illiza Sa'adudin
Djamal.
Dia menilai bahwa pemerintah perlu meninjau ulang kebijakan
tersebut. “Pemerintah perlu meninjau ulang rencana investasi miras, karena itu
hanya akan membuat peredaran dan konsumen miras meningkat," ujar Illiza,
dikutip dari Tribunnews.com, Sabtu (27/2/2021).
Bahkan lanjutnya, “Miras terbukti juga meningkatkan jumlah
kriminalitas. Beberapa hari lalu ada oknum polisi bersenjata melakukan
penembakan di kafe yang menewaskan tiga orang,"
Saya pun jadi teringat dengan kasus penembakan di sebuah
café yang dilakukan seorang anggota polisi berpangkat Brigadir Kepala (Bripka).
Menurut berita yang disampaikan kompas dot com tanggal 26 Februari, kejadian
ini dipicu oleh Bripka CS yang dalam keadaan mabuk dan enggan membayar tagihan
minuman sebesar RP 3.335.000. Kronologi kejadiannya bisa dibaca di sini.
Melihat kedua peristiwa yang berdekatan ini: Pak Jokowi
mengizinkan investasi Miras dan Penembakan oleh Bripka CS. Saya jadi berpikir.
Mungkin ini cara Allah SWT memperingatkan kepada kita, khususnya kepada Pak
Jokowi tentang bahayanya minuman keras. Seolah menegur Pak Jokowi untuk tidak
melanjutkan kebijakannya membuka keran investasi Miras.
Setiap syariat yang ditetapkan pasti ada hikmahnya untuk manusia. Termasuk syariat haramnya minuman keras. Akan sangat panjang kalau ditulis tentang bahaya miras ini. Kasus Bripka CS, menurut saya, telah menyederhanakannya. Cukup melihat kasus tersebut untuk melihat efek negatif dari minuman keras.
Pak Jokowi bisa berdalih, peredaran Miras nantinya akan
diawasi. Akan ada petugas polisi yang mengamankan. Dalih ini langsung dibantah,
lha yang nembak di café itu bukan preman. Polisi lho, bukan polisi rendahan
lagi, ini pangkatnya Brigadir. Jadi, mau mengawasi bagaimana? Mau mengamankan
bagaimana?
Pak Jokowi mungkin berdalih juga, efek minuman keras kan
cuma bikin mabuk, tidak merusak. Dalaih ini dibantah juga. Lha itu pak Brigadir
karena mabuk akibat minum Miras sampai nembak orang sampai mati. Tiga nyawa
sekaligus lagi. Bagaimana mau bilang efeknya Cuma bikin mabuk? Bagaimana mau
bilang efeknya enggak merusak?
Pak Jokowi sekali lagi berdalih, peredaran Miras nanti hanya
di daerah tertentu, tidak bebas. Lha Pak Jokowi mungkin lupa. Dalam syariat
Islam, keharaman Miras itu bukan dilihat dari banyak atau sedikitnya. Ada
setetes saja Miras dalam segelas kopi yang akan kita minum, kopi itu jadi
haram.
Kalau mau ‘melihat’ kembali kebijakannya, saya kira Pak
Jokowi cukup ‘melihat’ kasus Bripka CS. Itu mungkin cara Allah SWT menegur.
Menurut saya, kentara sekali di kasus tersebut dampak negatif dari minuman
keras.
Kalau ini betul teguran Allah SWT, kita patut bersyukur.
Allah SWT menegur hanya melalui kasus di café di Cengkareng tersebut. Tidak
seperti Allah SWT menegur kaum Nabi Nuh dengan banjir bandang, atau menegur
kaum Nabi Sholeh dengan petir yang menggelegar, atau kaum Nabi Luth yang
dibalikkan tanah yang mereka diami sehingga mereka terkubur hidup-hidup.
Audzubillahi min dzalik.
Semoga Pak Jokowi merasa ini teguran dari Allah SWT.
Wallahu ‘alam.
Komentar
Posting Komentar