Di setiap perjalanan selalu saja ada
hambatan atau rintangan yang menghadang, yang dapat memperlambat perjalanan
atau bahkan menghentikan. Namun, kalau semangat kita untuk sampai ditujuan
sangat besar, maka hambatan apa pun pasti dapat diatasi. Bagaimanapun kita akan
mencari akal untuk mengatasi setiap rintangan.
Begitupun dalam 'perjalanan' kehidupan kita
di dunia ini. Perjalanan kita tersebut akan menuju ke sebuah taman yang indah
yang dipenuhi oleh semua sumber kebahagiaan manusia. Apa pun yang membuat
manusia bahagia ada di taman tersebut.
Saking istimewanya taman tersebut, maka
hanya orang-orang tertentu yang boleh masuk. Hanya orang-orang yang sanggup
melewati rintangan atau hambatan dalam perjalanan hidupnya.
Memang tidak mudah melakukan perjalanan
hidup untuk sampai di taman yang indah itu. Karena ada dua hambatan yang harus
dihadapi, hambatan dari dalam diri kita sendiri dan hambatan dari luar.
Hambatan dalam diri yang harus pertama kali
kita atasi. Karena kalau kita tidak sanggup mengatasi hambatan dalam diri ini,
maka sekecil apa pun hambatan yang ada di luar diri kita, tidak akan sanggup
dilewati.
Salah satu hambatan dari dalam yang sering
muncul dan banyak yang tidak sanggup mengatasinya adalah rasa percaya diri yang
rendah. Merasa diri tidak punya kekuatan, sehingga merasa tidak akan sanggup
mengatasi masalah.
Saat mendapatkan musibah (hambatan hidup),
kita sering merasa musibah itu adalah musibah terberat yang kita hadapi. Kita
seolah menjadi orang yang paling menderita dengan musibah tersebut. Apalagi
kemudian kita membandingkannya dengan apa yang dihadapi orang lain. Kita merasa
buntu, tidak ada jalan keluar atau solusi dari musibah yang kita hadapi
tersebut.
Padahal, Allah Yang Mahaadil tidak akan
menzalimi hambaNya. Apalagi Dia pun Maha Penyayang. Tentu saja Dia tidak akan
mendatangkan musibah di luar kemampuan kita.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Allah tidak membebani seseorang,
kecuali menurut kesanggupannya. Baginya ada sesuatu (pahala) dari (kebajikan)
yang diusahakannya dan terhadapnya ada (pula) sesuatu (siksa) atas (kejahatan)
yang diperbuatnya. (Mereka berdoa,) “Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau hukum
kami jika kami lupa atau kami salah. Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau bebani
kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang
sebelum kami. Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang
tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah
kami. Engkaulah pelindung kami. Maka, tolonglah kami dalam menghadapi kaum
kafir." (QS. Al-Baqarah: 286)
Kalimat pertama ayat di atas adalah janji
Allah swt. bahwa Dia tidak akan membebani seseorang, kecuali menurut
kesanggupannya. Jadi, seberat atau sebesar apa pun musibah yang kita hadapi,
Allah sudah atur, kita akan sanggup mengatasinya. Hanya hambatan dalam diri,
berupa sikap pesimis, mudah menyerah, gampang mengeluh, yang membuat kita
merasa tidak sanggup.
Kuncinya adalah yakin. Yakin bahwa Allah
Mahaadil. Seyakin kita pada guru anak kita, yang kelas 3 SD, bahwa dia tidak
akan memberi soal kelas 4 atau kelas 5 dalam kenaikan kelas.
Kita pun harus yakin bahwa Allah Maha
Penyayang, semakin kita pada guru yang pasti juga menyangi anak kita sebagai
muridnya. Tidak ada guru yang ingin muridnya tidak naik kelas.
Dan kita pun harus yakin bahwa di balik musibah yang kita hadapi itu ada hikmah, ada pelajaran, yang akan menambah kekuatan kita untuk meneruskan perjalanan, hingga sampai di tujuan, taman yang indah, dengan selamat.
Komentar
Posting Komentar