(Review buku ‘Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat,
Pendekatan yang Waras Demi Menjalani Hidup yang Baik’)
Judulnya nyeleneh dengan cover menyolok warna orange.
Ditulis oleh Mark Manson dan terbit perdana di USA tahun 2016. Buku ini menjadi
best seller versi New York Times dan Globe and Mail. Kemudian diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan Grasindo tahun 2018 dengan nomor ISBN
978-602-452-698-6.
Buku berhalaman 246 yang dibagi menjadi 9 bab ini berisi
pengalaman Mark Manson dan kisah nyata beberapa tokoh, yang selama ini kita
anggap sebagai sesuatu yang sepele, bahkan sering dianggap hal yang tidak ada
gunanya, ternyata penting diperhatikan untuk menjalani kehidupan lebih baik.
Idealnya sebuah buku motivasi diawali dengan kalimat yang
inspiratif atau mengisahkan profil seseorang yang telah sukses. Tapi buku ini
memang lain. Bab pertama diawali dengan profil Charles Bukowski, seorang yang
sangat ‘amburadul’ dalam hidupnya. Seorang penjudi, pemabuk, suka main perempuan,
kasar, kikir, dan yang buruk-buruk lainnya. Sampai kemudian Mark menyebutkan,
kalau sekiranya kita membutuhkan nasihat dari seseorang, maka orang ini yang
akan ditanya terakhir.
Tapi bumi selalu berputar, begitu pun kehidupan, termasuk
kehidupan Charles Bukowski Setelah menjalani kehidupan yang ‘amburadul’, dia
pun berubah. Dan, perubahan itu menjadi satu materi yang dibahas Mark Manson di
buku ini.
Memang bersikap ‘bodo amat’ atau masa bodoh diperlukan,
supaya kita punya pendirian dan tidak mudah dipengaruhi pendapat orang lain.
Toh, yang menjalani hidup kita adalah kita sendiri. Jadi, mandirilah bersikap,
alias ‘bodo amat dengan pendapat orang lain’.
Jadi teringat kisah Lukman dengan anaknya yang membawa
seekor keledai, lalu dikomentari oleh orang-orang dengan berbagai keputusan:
dinaiki berdua, dinaiki Lukman atau dinaiki anaknya, yang akhirnya justru
membingungkan Lukman. Coba kalau Lukman bersikap ‘bodo amat’ dengan pendapat
orang.
Buku ini membantu kita berpikir sedikit lebih jelas untuk
memilih mana yang penting dalam kehidupan (h.23).
Ada tiga ‘seni’ dalam bersikap masa bodoh, yaitu pertama,
bodo amat bukan berarti kita acuh tak acuh, tetapi merasa nyaman saat menjadi
berbeda. Kedua, kalimat ‘bodo amat’ itu ditujukan pada kesulitan, maksudnya kita
harus lebih peduli pada sesuatu yang lebih penting dari kesulitan. Dan ketiga,
karena dalam kenyataannya, kita selalu memilih satu hal untuk diperhatikan.
Berikutnya, yang disinggung Mark Manson di buku ini adalah
tentang penentuan nilai hidup kita. Karena, kadang kita salah menentukan nilai
hidup, sehingga selalu merasa gagal dan gagal. Sebagaimana yang dirasakan oleh
gitaris rock band Megadeth yang merasa gagal karena selalu melihat capaian rock
band lamanya Metalica. Karena “kalau semua orang luar biasa, berarti sebenarnya
tidak ada satu pun orang yang luar biasa”.
Buku ini mengajarkan kepada kita cara mengatakan ‘bodo amat’ pada sesuatu.
Komentar
Posting Komentar