Bohong, Wabah Yang Harus Diwaspadai

 



Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bohong artinya ‘tidak sesuai dengan hal (keadaan dan sebagainya) yang sebenarnya; bukan yang sebenarnya; palsu (biasanya mengenai permainan)’.

 

Jadi, ketika kita mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan sebenarnya, maka berarti kita telah berbohong. Disengaja atau tidak.

 

Rasulullah Saw sangat mengecam keras perbuatan berbohong atau berdusta. Sebagaimana dalam riwayat berikut ini,

 

Diriwayatkan oleh Abdullah bin Juz’I, “Aku bertanya kepada Rasulullah Saw, ‘Wahai Nabiyallah, apakah seorang Mukmin mungkin berzina?’ Beliau menjawab, ‘Mungkin’. Aku bertanya lagi, ‘Ya Nabiyallah, apakah seorang Mukmin mungkin berdusta?’ Beliau menjawab, ‘Tidak’. Kemudian beliau Saw membaca ayat, ‘Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta’. (QS an-Nahl: 105)

 

Dalam riwayat lain disebutkan,

Seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah Saw, ''Mungkinkah seorang Mukmin itu pengecut?''

''Mungkin,'' jawab Rasulullah.

''Mungkinkah seorang Mukmin itu bakhil (kikir)?''

''Mungkin,'' lanjut Rasulullah.

''Mungkinkah seorang Mukmin itu pembohong?''

Rasulullah SAW menjawab, ''Tidak!''

 

Ulama besar dari Universitas Al-Azhar, Kairo, Sayid Sabiq (almarhum) ketika menukilkan hadis ini dalam bukunya Islamuna menjelaskan bahwa iman dan kebiasaan bohong tidak bisa berkumpul dalam hati seorang Mukmin.

 

Dua riwayat di atas menunjukkan bahwa berbohong atau berdusta adalah bukan karakter seorang Mukmin. Dengan kata lain, ketika seorang Mukmin berbohong maka secara otomatis dia melepaskan statusnya sebagai seorang Mukmin (seorang yang beriman).

 

Betul, berbohong tidak sampai mengeluarkannya dari status seorang Muslim (orang yang beragama Islam). Namun, ketika tidak beriman. Apalagi yang akan ditunjukkan dalam keislamannya?

 

Bahkan, Rasulullah Saw mengecap seseorang yang suka berbohong sebagai seorang Munafik. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah.

 

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

 

“Rasulullah SAW bersabda: Tanda orang munafik tiga; apabila berkata ia berbohong, apabila berjanji mengingkari, dan bila dipercaya mengkhianati.”

 

Manusia adalah makhlul sosial yang tidak bisa hidup terpisah dari komunitas masyarakat. Setiap pribadi tidak mungkin memenuhi kebutuhannya sendiri. Keseimbangan dan berjalannya aktivitas bersama dalam interaksi antar manusia ini membutuhkan komunikasi aktif antar sesama. Dan, ucapan mempunyai peran paling besar dalam interaksi tersebut.

 

Bohong adalah perbuatan lisan. Perbuatan yang hanya cukup dengan membuka mulut dan menggerakkan lidah. Sehingga banyak dari kita yang tergelincir pada perbuatan berbohong. Sebagaimana peribahasa yang kenal sejak kecil, ‘Lidah tak bertulang’ yang artinya manusia sangat mudah untuk berbohong.

 

Banyak motivasi seseorang saat berbohong; menyembunyikan sesuatu, membangun citra diri, menghibur orang lain, menenangkan suasana, membodohi orang lain, dan sebagainya. Dan, semuanya akan mengganggu keharmonisan hubungan dalam interaksi antar manusia.

 

Bahkan berbohong dapat mencelakakan orang lain. Sedikit banyaknya orang yang celaka karena kebohongan, tergantung posisi orang yang berbohong. Orang biasa yang berbohong, mungkin dampakanya hanya dirasakan satu atau dua orang saja. Tetapi ketika seorang pemimpin berbohong, maka dampaknya akan menimpa orang-orang yang dipimpinnya.

 

Seorang ketua RT berbohong akan berdampak pada orang-orang di lingkungan RT-nya. Namun, jika seorang kepala negara berbohong, dampaknya pun akan lebih luas. Masyarakat senegara.

 

Terutama di bulan Ramadhan ini. Bohong dapat menghapus pahala saum, sebagaimana sabda Rasulullah Saw berikut,

 

“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dusta, melakukan kedustaan serta berbuat usil, maka Allah Swt tidak butuh ia meninggalkan makannya dan minumnya.” (HR. Bukhari)

 

Karena bohong adalah perbuatan lisan (ucapan), maka untuk mencegahnya kita cukup mengurangi ucapan atau perkataan. Dan, mengatur ucapan atau perkataan ini termasuk kepada ciri orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA.

 

Rasulullah Saw bersabda, "Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam; barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia menghormati tetangganya; barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya." (HR Bukhari Muslim)

 

Internet sebagai salah satu kemajuan teknologi, telah mengubah pola komunikasi antar manusia. Komunikasi verbal sekarang digantikan oleh komunikasi lewat tulisan. Munculnya berbagai aplikasi Messenger mempermudah perubahan tersebut.

 

Selain messenger, munculnya aplikasi media sosial telah membentuk kebiasaan baru, yaitu mengungkapkan segala sesuatu ke dalam tulisan. Mencurahkan perasaan, bercerita, menginformasikan sesuatu, menasihati, dan lain-lain.

 

Dan, di titik ini, sekarang, menjadi tidak ada bedanya antara verbal atau perkataan dengan tulisan. Sehingga, bohong pun bisa terjadi dalam bentuk tulisan. Ini yang harus diwaspadai. Menganggap tulisan lain dengan ucapan akan membuat kita lalai dari berbohong.

 

Kenyataan yang ada sekarang. Begitu marak sekarang berita-berita atau informasi (dalam bentuk tulisan tentunya) yang menyebar tanpa dipastikan kebenarannya. Hampir setiap hari kita mendapatkan kiriman informasi yang diragukan kebenarannya. Kemudahan meng-klik saat ingin meneruskan sebuah informasi, telah menciptakan wabah baru yang lebih parah dari wabah covid-19.

 

Konteks hadis di atas pun dapat disesuaikan, supaya kita terhindar dari berbohong. Maksudnya, kalau tidak dapat menulis sesuatu yang baik (bermanfaat) atau tidak tahu kebenaran sebuah berita, lebih baik diam, tidak menulis sesuatu atau tidak membagikan sebuah berita.

 

Dengan dikembalikan ke definisi bohong menurut KBBI, dipastikan informasi-informasi yang kita dapatkan setiap hari kebanyakan adalah tidak benar, alias bohong. Padahal bohong termasuk perbuatan yang dicela Rasulullah Saw. Sehingga, wabah bohong yang merebak akan mengundang murka Allah Swt. Setidaknya kehidupan masyarakat yang dipenuhi kebohongan menjadi tidak berkah. Dijauhkan dari keberkahan.

Komentar