Carok


Carok adalah tindakan pembunuhan yang dilakukan oleh masyarakat Madura untuk mempertahankan harga diri dari pelecehan orang lain. Penyebab utamanya yaitu terjadinya pelecehan terhadap istri orang lain atau sengketa tanah dan sumber daya alam. Carok dilakukan dengan dua cara, yaitu ngonggai dan nyelep. Senjata yang digunakan hanya celurit. Persyaratan melakukan Carok yaitu kadigdajan, tampeng sereng, dan banda.

 

Karmin mengerutkan kening saat membaca kalimat di atas, yang terpampang di monitor laptop. Kalimat itu dia temukan di situs Wikipedia. Ada beberapa kata yang tidak dia mengerti, pun saat menggeser layar ke bawah, membaca penjelasan lanjutannya.

 

‘Masa gara-gara pelecehan harus saling membunuh?’

‘Masa ajang saling bunuh seperti itu dianggap sebuah kehormatan, mempertahankan harga diri?’

‘Apakah Carok itu sekarang masih ada?’

‘Apakah pelaku Carok tidak dihukum sebagai seorang pembunuh?’

 

Belasan pertanyaan memenuhi ruang kepala Karmin. “Coba kalau ayah masih ada, dia pasti bisa bercerita tentang Carok.” gumamnya. Karmin jadi teringat mengdiang ayahnya.

 

Ayah Karmin memang orang Madura, sudah meninggal setahun yang lalu karena sakit jantung komplikasi dengan diabetes. Sayangnya, sampai usia Karmin empat belas tahun, ayahnya belum pernah mengajaknya ke kampung halaman ayahnya, di pulau di seberang Kota Surabaya itu. Karmin pun memang tidak pernah meminta.

 

Jangankan meminta untuk pergi ke Madura, ingin tahu tentang Madura saja, tidak ingin. Karmin tidak ngeh soal ayahnya orang Madura. Sampai kemudian dia mendapat tugas dari guru IPS-nya, untuk menulis tentang Madura, terutama tentang Carok.

 

Setelah melakukan searching di internet, Karmin baru tahu bahwa Carok itu salah satu adat di Madura, sebagaimana kemudian dia tahu penjelasannya dari Wikipedia.

 

Karmin memang pernah sekali bertanya ke ibunya, tentang ayahnya. Seingatnya saat dia kelas 5 SD. Saat itu dia bertanya pada ibunya yang sedang menjahit, “Bu, ayahnya itu bukan orang Sunda ya?”

 

“Iya, Nak. Ayahmu itu orang Madura,” jawab ibunya.

 

“Madura kan jauh ya, kok bisa ayah sampai ke Cimahi dan nikah sama ibu?” tanya Karmin lagi.

 

Beberapa jenak ibunya tidak menjawab, hanya memandang langit-langit. Seakan-akan mencari jawaban yang tepat.

 

“Ayahmu itu seorang pedagang, Nak. Sudah sejak mudanya ayahmu itu pergi dari Madura. Berkelana, berdagang ke beberapa daerah. Sampai akhirnya tiba di sini.” Setelah menatap wajah Karmin sejenak, ibunya baru menjawab.

 

“Kalau ibu pernah diajak ke Madura?”

 

“Tidak, Nak. Ayahmu juga sudah tidak mau lagi ke Madura.”

 

“Kenapa?” tanya Karmin, penasaran.

 

Ibunya hanya menggeleng, tidak segera menjawab. Setelah mengusap kepala Karmin, dia menjawab pelan, “Ayahmu sudah betah di sini.”

 

Karmin tidak bertanya lagi, walaupun tahu, bahwa yang diucapkan ibunya itu bukan jawabannya. Karmin, tidak berani bertanya karena sepertinya ibunya pun punya sesuatu yang dirahasiakan tentang ayahnya. Sesuatu yang sepertinya tidak ingin diketahui Karmin.

 

 

Tersadar dari lamunan, Karmin segera melanjutkan mengerjakan tugas IPS-nya. Setelah melakukan copy paste, mengedit dan menambahkan beberapa kalimat, selesailah tugasnya.

 

Namun, jadi muncul pertanyaan dalam hati Karmin. Pertanyaan yang menjadi kepenasaran. Mengapa ayahnya selama ini tidak pernah mengajak dia dan ibunya ke Madura. Bahkan seingat Karmin, jangankan mengajak ke Madura, membicarakan perihal Madura saja, ayahnya tidak pernah. Seolah-olah ingin menjauhkan keluarganya dari Madura.

 

Sampai kemudian jawaban atas kepenasaran Karmin muncul dengan tidak sengaja. Saat itu Karmin sedang membersihkan kamar ayahnya. Dia menemukan sebuah clurit tersimpan di sebuah peti kayu di atas lemari. Clurit itu dibungkus kain, yang sepertinya awalnya berwarna putih, tetapi karena tersimpan lama dan terkena bercak, warnanya jadi sedikit cokelat. Ternyata bercak itu darah, bahkan bercak itu pun ada di bilah clurit.

 

Di dalam kotak itu pun ada beberapa lipatan kertas koran. Setelah dibuka, ternyata itu potongan beberapa koran terbitan beberapa tahun silam. Makin penasaran Karmin membaca satu persatu potongan koran itu.

Ternyata isi beritanya hampir seragam, tentang kasus kriminal yang terjadi di Sumenep, Madura. Kasus pembacokan yang lakukan oleh seorang pemuda berusia dua puluh tahun. sampai berita itu, pelakunya belum tertangkap.

Komentar