Gerhana Bulan

 


Insya Allah nanti malam-untuk Indonesia bagian Barat-kita dapat menyaksikan salah satu fenomena alam yang langka terjadi, bukti Mahakuasa Allah Swt, yaitu gerhana bulan. Sebuah peristiwa di mana cahaya matahari yang menyorot ke arah bulan terhalang oleh bumi. Atau, posisi bumi berada di antara matahari dan bulan.

 

Secara perlahan bayangan bumi menghalangi sinar matahari menutupi bulan, sampai kemudian bayangan bumi menutupi semua bulan. Maka, tak aneh kalau zaman dulu, nenek moyang kita menganggap peristiwa itu adalah bulan ditelan raksasa.

 

Konon raksasa yang menelan bulan tersebut bernama Batara Kala yang wataknya jahat. Mitos Batara Kala menelan bulan ini lantas menjadi kepercayaan turun menurun bagi masyarakat Jawa. Sehingga, sejak zaman dahulu sampai sekarang, apabila gerhana bulan datang, masyarakat Jawa harus memukul lesung padi. Hal ini diartikan seperti memukul jasad Batara Kala yang masih hidup agar Batara Kala mual dan memuntahkan bulan yang ditelannya. Sebab, dalam cerita, Batara Kala dikisahkan masih hidup namun menjelma menjadi lesung padi.

 

Ketika gerhana bulan terjadi di masa Rasulullah Saw hidup, saat itu bertepatan dengan wafatnya putra lelaki Rasulullah yang bernama Ibrahim.  Sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadis,

 

Aku mendengar Al-Mughirah bin Syu’bah berkata, “Telah terjadi gerhana matahari ketika wafatnya Ibrahim. Kemudian Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah, dan ia tidak akan mengalami gerhana disebabkan karena mati atau hidupnya seseorang. Jika kalian melihat gerhana keduanya, maka berdoalah kepada Allah dan dirikan salat hingga (matahari) kembali tampak.” (H.R. Al-Bukhari)

 

Peristiwa gerhana bulan adalah salah satu sunnatullah di alam raya ini yang membuktikan ke-Maha Kuasa-an Allah Swt, sebagaimana disebutkan di ayat 37-40 surat Yasin.

 

37. Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan serta  merta mereka berada dalam kegelapan.

38. dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah  ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.

39. Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia  sebagai bentuk tandan yang tua.

40. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada  garis edarnya.

 

Empat ayat di atas menunjukkan keteraturan peredaran matahari dan bulan di garis edarnya masing-masing karena kekuasaan Allah Swt. Dan, gerhana bulan adalah bukti kekuasaan Allah yang lain yang bisa melabrak keteraturan tersebut. Ayat 40 menyebutkan ‘tidak mungkin’, tetapi buktinya dapat terjadi juga. Itu karena kekuasaan Allah Swt.

 

Jadi, dari peristiwa gerhana bulan ini, penting bagi kita untuk tidak mengabaikan sifat Allah, Yang Maha Kuasa dan Yang Maha Berkehendak. Apa pun yang dikehendaki-Nya akan terjadi.

 

Wallahu’alam.

 



Komentar