Hampir Sampai Tujuan

 



Kalau Anda pergi dari Jakarta menuju Bandung, maka Anda akan menemukan ciri-ciri bahwa perjalanan Anda sebentar lagi sampai di Bandung. Salah satu cirinya adalah jika Anda sudah melewati gerbang tol Padalarang.

 

Kalau Anda dari Cirebon lain lagi cirinya. Cirinya adalah Anda sudah melewati jalur legenda Cadas Pangeran dan kemudian menemukan gerbang tol Cileunyi. Sedangkan kalau Anda dari Tasikmalaya atau Garut, ciri Anda sudah hampir sampai di Bandung adalah sudah melewati Nagrek dan ruas jalan cileunyi yang terkenal langganan banjir, dan macet saat jam pulang karyawan Kahatex.

 

Begitupun untuk kota-kota yang lain. Bagi Anda yang sering bepergian ke kota tersebut, Anda akan mengenal ciri-ciri yang menunjukkan tujuan Anda sudah dekat.

 

Ramadan sudah tinggal tiga hari lagi. Puasa yang kita laksanakan segera berakhir. Kalau diibaratkan perjalanan, sebentar lagi kita sampai di tujuan. Idealnya kita pun harus sudah melihat ciri-ciri akan sampai di tujuan.

 

Tujuan puasa di bulan Ramadan adalah menjadi orang yang bertakwa. Karena sudah hampir sampai di tujuan, berarti kita harus sudah melihat ciri-ciri orang yang bertakwa. Dan, karena kita selaku subjek dan objek sekaligus, maka ciri-ciri itu harus ada di dalam diri kita.

 

Lalu, apa ciri-ciri orang yang bertakwa itu?

 

Di dalam al-Quran banyak disebutkan ciri-ciri orang yang bertakwa. Namun, cukup kita membuka halaman awal al-Quran. Ciri-ciri orang yang bertakwa disebutkan di surat Al-Baqarah ayat 3 dan 4.

 

Allah Swt berfirman,

“(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan salat, dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al-Qur 'an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.”

 

Beriman Kepada Yang Gaib

Pengertian gaib menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tidak kelihatan; tersembunyi; tidak nyata. Percaya kepada yang gaib yaitu, mengi'tikadkan adanya sesuatu "yang maujud" yang tidak dapat ditangkap oleh pancaindera, karena ada dalil yang menunjukkan kepada adanya. Rukun iman yang enam, kecuali al-Qur’an, semuanya gaib.

 

Pengertian yang lain adalah, yakin ada hal lain di luar yang bisa ditangkap oleh panca indera dan nalar (logis). Sehingga, seorang yang bertakwa tidak akan hanya mengandalkan logika dalam mensikapi sesuatu. Misalnya, saat bisnis yang dijalankannya mengalami penurunan omset.

 

Seorang yang bertakwa tidak hanya akan menyalahkan manajemen atau tim sales sebagai penyebab penurunan omset tersebut. Namun, dia akan menjadikan sebagai bahan evalusasi (muhasabah) kenapa terjadi. Karena dalam keyakinan orang yang bertakwa, di sana ada takdir, ada kuasa Allah Swt yang Maha Berkehendak.

 

Begitupun untuk hal-hal lainnya. seorang yang bertakwa selalu menyertakan hal-hal yang transenden dalam mensikapi segala sesuatu.

 

Mendirikan Salat

Mendirikan salat bukan hanya berarti melaksanakan saja, tetapi harus ada peningkatan kualitas dan kuantitasnya. Kualitas salat, misalnya tingkat kekhusyuannya, surat yang dibaca, lamanya ruku dan sujud. Semakin hari tentu harus semakin meningkat.

 

Sungguh terlalu, kalau sejak kita SMP sampai sekarang punya anak SMP, bacaan surat yang kita baca hanya surat-surat yang ada di juz 30 saja. Itu pun 10 surat terakhir. Peningkatan kualitas salat salah satunya dengan menambah hafalan al-Qur’an kita untuk dibaca saat salat.

 

Bicara kuantitas salat bukan maksudnya nambahin rakaat salat, tetapi salat yang kita kerjakan dalam sehari semalam harus bertambah. Tambah dengan salat-salat sunah.

 

Sungguh terlalu, kalau sejak kita SMP sampai sekarang punya anak SMP, salat yang kita lakukan hanya salat wajib saja. Hanya lima kali sehari semalam. Padahal banyak salat sunah yang bisa kita kerjakan. Di antaranya salat rawatib, salat duha, salat tahajud, salat hajat, dll.

 

Idealnya, bertambah umur kita bertambah pula jumlah salat yang kita lakukan.

 

 

Menafkahkan Sebagian Rezeki

Maksudnya ialah memberikan (infak) sebagian dari harta yang telah direzekikan Allah Swt kepada fakir, miskin, kaum kerabat, anak yatim, dan lain-lain. Semakin banyak yang kita infakkan semakin menunjukkan kualitas ketakwaan kita.

 

Percaya Kepada Al-Qur’an dan Kitab-kitab yang lainnya

Untuk kitab-kitab yang diturunkan sebelum al-Qur’an kita cukup percaya bahwa itu pernah turun dan menjadi rujukan umat terdahulu.

 

Namun, untuk al-Qur’an tentu tidak cukup percaya bahwa al-Qur’an memang ada. Percaya kepada al-Qur’an ini harus aktif berinteraksi dengannya. Mulai dari membacanya secara rutin, menghafalkannya, mentadaburinya, dll.

 

Dari sisi membacanya harus terus ada peningkatan dari tahun ke tahun. Kalau tahun kemarin kita belum rutin tilawah setiap hari, maka tahun ini harus rutin setiap hari. Kalau tahun kemarin sudah rutin membaca setengah juz sehari, tahun ini meningkat menjadi satu juz sehari. Dan seterusnya.

 

Begitupun dengan kualitas membacanya. Harus terus ada peningkatan dari sisi tajwid, makhroj, dsb.

 

Yakin Adanya Kehidupan Akhirat

Yakin ialah kepercayaan yang kuat tanpa dicampuri keraguan sedikitpun. Akhirat lawan dunia. Kehidupan akhirat ialah kehidupan sesudah dunia berakhir. Yakin akan adanya kehidupan akhirat ialah benar-benar percaya akan adanya kehidupan sesudah dunia berakhir.

 

Sungguh terlalu, kalau yakin adanya kehidupan akhirat, tetapi tetap lalai tidak mempersiapkan diri. Tidak memperbanyak bekal untuk kehidupan akhirat.

 

 

Sudah adakah kelima ciri takwa di atas dalam diri kita?

 

Kembali kepada contoh perjalanan kita menuju suatu tempat. Ketika kita melihat ciri-ciri tertentu berarti sebentar lagi sampai di tujuan. Sebaliknya, kalau kita tidak menemukan ciri-cirinya, ada dua kemungkinan; tujuannya memang masih jauh atau kita salah jalan (tersesat).

 

Begitupun dengan tujuan puasa Ramadan; menjadi orang yang bertakwa. Kalau kelima ciri takwa di atas ada dalam diri kita, berarti kita sudah mendekati status sebagai orang yang bertakwa.

 

Sebaliknya, kalau kelima ciri di atas tidak temukan dalam diri kita, ada dua kemungkinan. Kita masih jauh untuk disebut sebagai orang yang bertakwa. Atau, kita salah dalam melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadan ini. Puasa kita hanya menahan lapar dan haus saja.

 

Wallahu’alam.


Komentar