Hukum Newton di Bulan Syawal

Alhamdulillah … kita patut bersyukur kepada Allah Swt yang telah memberi kekuatan iman, tawakal, kesehatan sehingga bisa menyelesaikan ibadah puasa sebulan penuh, serta ibadah-ibadah yang lainnya.

 

Kita merasakan suasana yang berbeda, semangat yang berbeda, sehingga kita bisa melaksanakan beberapa ibadah sunah yang sebelumnya jarang atau tidak pernah kita lakukan.

 

Selama sebulan, Ramadan telah melatih tubuh kita untuk tidur larut malam dan bangun di sepertiga malam. Pecan pertama Ramadan mungkin tubuh kita masih malas, berat, mengikuti agenda ibadah; salat taraweh, tadarus, sahur, dll. Namun, semakin lama, tubuh kita jadi terbiasa.

 

Itulah kondisi fisik yang disebutkan dalam Hukum Newton I. Untuk mengingatkan, begini bunyi Hukum Newton I

Jika resultan gaya pada suatu benda sama dengan nol, maka benda yang diam akan tetap diam dan benda yang bergerak akan tetap bergerak dengan kecepatan tetap selama tidak ada gaya eksternal yang mengenainya”.

 

Semua benda di dunia ini, termasuk manusia terikat kepada aturan yang disebutkan dalam Hukum Newton I. Di kita Hukum Newton I dikenal juga dengan Hukum Kelembaman.

 

Lembam menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah ‘tidak tangkas; lamban; malas’. Jadi suatu benda jika tidak ada yang mempengaruhinya akan cenderung mempertahankan keadaannya, alias malas berubah.

 

Supaya lebih jelas menggambarkan Hukum Newton I atau hukum kelembaman ini, kita buat permisalan.

 

Saat kita berada di dalam mobil yang bergerak maju, tiba-tiba Pak Supir mengerem. Maka apa yang terjadi? Kita akan terdorong ke depan. Kenapa? Karena kita cenderung mempertahankan keadaan (bergerak).

 

Begitupun ketika duduk di dalam mobil, tiba-tiba Pak Supir memajukan mobil dengan kecepatan tinggi. Apa yang terjadi? Tubuh kita akan terdorong ke belakang. Bahkan kalau tidak ada sandaran jok, mungkin kita akan jatuh terjengkang. Kenapa? Karena kita cenderung mempertahankan keadaan (diam).

 

Saat di SMA dulu, guru fisika saya memperagakan Hukum Newton I ini dengan menyimpan selembar kertas di atas meja. Lalu di atas kertas tersebut diletakkan sebuah gelas. Kemudian Pak Guru menarik kertas itu dengan secepat kilat. Ajaib, gelas yang ada di atasnya tidak jatuh, bahkan bergerak pun tidak.

 

Kemudia Pak Guru mengulang dengan menarik kertas tersebut pelan-pelan. Yang terjadi adalah si gelas ikut bergerak searah kertas itu ditarik.

 

Nah, saat ini tubuh kita sudah terkondisikan dengan agenda Ramadan. Bahkan selama tiga puluh hari itu tubuh kita dipaksa untuk; bangun sepertiga malam, salat sebelas rakaat tiap malam, membaca (tilawah) al-Qur’an, dsb.

 

Mari kita manfaatkan kondisi tubuh ini untuk mempertahankan amaliyah Ramadan di bulan Syawal, Dzulqodah, Dzulhijah, dan seterusnya. Contoh, kita sudah terbiasa selama sebulan bangun di sepertiga malam untuk makan sahur. Nah, kondisi ini (bangun di sepertiga malam) ini harus dipertahankan. Jangan mentang-mentang ga akan sahur, kita bangun siang lagi.

 

Ramadan memang sudah berakhir, namun semangat beribadah harus terus dipertahankan. Kudu istiqomah. Karena ke-istiqomah-anlah yang Allah sukai, sebagai hadits Arbain ke-21.

 

Dari Abu ‘Amr—ada yang menyebut pula Abu ‘Amrah—Sufyan bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku berkata: Wahai Rasulullah katakanlah kepadaku suatu perkataan dalam Islam yang aku tidak perlu bertanya tentangnya kepada seorang pun selainmu.” Beliau bersabda, “Katakanlah: aku beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah.” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 38]

 

Di surat Muhammad ayat 33, Allah Swt berfirman,

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu.”

 

Di ayat di atas, Allah Swt melarang kita merusak amal-amal kita. Beberapa tafsir menyebutkan bahwa yang dimaksud merusak amal itu adalah menghilangkan pahala amal perbuatan kita karena tidak istiqomah. Tidak melaksanakan amal tersebut secara kontinu.

 

Di surat Huud ayat 112, Allah Swt berfirman,

Maka tetaplah (isiqomah) kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

 

Rasulullah Saw bersabda, “Amal (kebaikan) yang paling dicintai Allah adalah yang kontinu meski sedikit.” (HR Muslim)

 

Dari beberapa dalil di atas, jelaslah bahwa kontinu atau istiqomah, itu yang paling penting.

 

Semoga kita diberi kekuatan, semoga kita diberi kesempatan untuk bertemu lagi Ramadan tahun depan.

 

TSM, 13/05/21

(1-Syawal-1442)

Komentar