Semangat Berkobar Menuju Khaibar

Peta perjalanan menuju Khaibar (sumber gambar: buku Peperangan Rasulullah saw) 


Keberadaan Bangsa Yahudi di wilayah Hijaz dimulai sejak tahun 587 SM. Pada tahun itu, wilayah tempat mereka tinggal yaitu Palestina diserbu Bangsa Babilonia dan Assyiria. Karena tidak sanggup melawan Bangsa Babilonia dan Assyiria, mereka pindah ke dataran Hijaz, dan menempati wilayah bagian utara.[1]

 

Eksodus Bangsa Yahudi kedua terjadi pada tahun 70 M, yaitu saat Romawi di bawah kepemimpinan Petatos menginvasi Palestina. Mereka kembali pindah ke wilayah Hijaz dan menetap di Yatsrib (Madinah), Khaibar dan Taima'. Sejak saat itu agama Yahudi pun tersebar di kalangan sebagian bangsa Arab. Sehingga saat Islam muncul sudah ada suku-suku Yahudi yang masyhur yaitu Khaibar, an-Nadhir, al-Mushthaliq, Quraizhah dan Qainuqa'[2].

 

Khaibar adalah nama dari satu kota besar yang berkebun luas dan berbenteng kokoh. Letaknya di sebelah timur laut Kota Madinah. Kurang lebih 150 kilo meter jauhnya dari Madinah ke arah Syam. Khaibar menjadi pusat Kaum Yahudi di Tanah Arab. Yahudi Bani Nadhir, Bani Quraizhah dan Bani Qainuqa juga berlindung di Khaibar setelah mengalami pengusiran dari Madinah.[3]

 

Penyerangan ke Khaibar didasari kewaspadaan Rasulullah SAW akan ancaman dari Bangsa Yahudi. Rasulullah SAW mendengar bahwa mereka telah menyusun kekuatan untuk menyerang Kota Madinah.[4]

 

Ibnu Ishaq menyebutkan bahwa perang Khaibar terjadi pada bulan Muharram tahun ketujuh Hijriyah. Al-Waqidi menyebutkan bahwasanya ia terjadi pada bulan Shafar atau Rabi’ul Awal tahun ketujuh Hijriyah. Sementara Ibnu Sa’ad berpendapat bahwa perang ini terjadi pada bulan Jumadil Ula tahun ketujuh Hijriyah. Sedangkan Imam Az-Zuhri dan Imam Malik berpendapat bahwa perang terjadi pada bulan Muharram tahun keenam Hijriyah. Ibnu Hajar telah merajihkan pendapat Ibnu Ishaq atas pendapat Al-Waqidi.[5]

 

Para ahli tafsir berkata bahwa Khaibar adalah janji yang telah disampaikan Allah SWT melalui firman-Nya,

Allah menjanjikan kepada kalian yang banyak yang dapat kalian ambil, maka disegerakan-Nya harta rampasan itu untuk kalian.” (QS. Al-Fath: 20)[6]

 

Rasulullah SAW memimpin langsung pasukan Muslim sebanyak seribu enam ratus orang, seratus orang di antaranya berkuda berangkat menuju Khaibar. Barisan pasukan di sebelah kanan dipimpin oleh Ukkasyah bin Muhshin, sementara pasukan kiri di sebelah kiri dipimpin Umar bin Khaththab. Sedangkan bendera pasukan yang berwarna putih dipercayakan kepada Ali bin Abi Thalib.[7]

 

Abdullah bin Ubay bin Salul, gembong Munafik di Madinah, mengirim surat kepada para ketua Yahudi di Khaibar. Dia mengabarkan bahwa pasukan Muslimin sudah bergerak menuju Khaibar. Mendapat informasi tersebut mereka segera mengirim utusan ke Bani Gathafan dan suku Arab Badui lainnya untuk diajak bersekutu melawan serangan Kaum Muslimin[8].

 

Perjalanan pasukan Muslimin menuju Khaibar melewati Gunung Ishr, lalu as-Shahba’. Pasukan Muslim kemudian beristirahat di ar-Raji’, di sana Rasulullah SAW mendapat informasi bahwa Bani Gathafan akan bergabung dengan Yahudi. Namun di tengah perjalanan Bani Ghathafan mendengar bahwa pasukan Muslim menyerang kampung mereka, sehingga mereka kembali ke Ghathafan[9].

 

Pasukan Muslim kemudian melanjutkan perjalanan. Rasulullah SAW meminta Husail untuk menjadi petunjuk jalan. Rasulullah SAW mengambil jalur dari arah Utara atau dari arah Syam. Sehingga dapat menghadang apabila ada Yahudi yang berusaha melarikan diri dari Khaibar ke Syam atau ke Gathafan.

 

Pasukan Muslim kemudian menemukan persimpangan jalan. Si Penunjuk jalan memberitahu Rasulullah SAW bahwa masing-masing arah persimpangan tersebut memiliki nama. Rasulullah kemudian menanyakan nama-nama jalan tersebut.

 

Keempat nama jalan di persimpangan itu Huzn (kesedihan), Syasy (kekacauan), Hathib (kesialan), dan Marhab (selamat datang). Rasulullah SAW kemudian memilih jalan yang bernama Marhab[10].

 

***



[1] Sirah Nabawiyah, Syaikh Shafiyyur-Rahman al-Mubarakfury (h.35)

[2] Sirah Nabawiyah, Syaikh Shafiyyur-Rahman al-Mubarakfury (h.35)

[3] Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad, KH. Moenawar Chalil (h.433)

[4] Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad, KH. Moenawar Chalil (h.435)

[5] Peperangan Rasulullah, Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi (h.501)

[6] Sirah Nabawiyah, Syaikh Syafiyyur-Rahman al-Mubarakfury (h.543)

[7] Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW, KH. Moenawar Chalil (h.436)

[8] Sirah Nabawiyah, Syaikh Syafiyyur-Rahman al-Mubarakfury (h.545)

[9] Sirah Nabawiyah, Syaikh Syafiyyur-Rahman al-Mubarakfury (h.545)

[10] Sirah Nabawiyah, Syaikh Syafiyyur-Rahman al-Mubarakfury (h.546)



Komentar