Dulu, saat membaca sebuah novel yang menggugah, atau melihat jejeran buku best seller di rak toko buku, saya sering berbicara dalam hati, ‘Mereka penulis-penulis hebat’.
Bahkan saya sering mengutuk diri saat menyanjung mereka,
‘Kok bisa mereka menulis itu. Kenapa saya tidak?’
Awalnya saya berkesimpulan sendiri (sebenarnya sambil
mengakui kelemahan diri), mereka memang berbakat menulis. Ya, bakat menjadi
kambing hitam untuk mendakwa diri yang tidak bisa menulis seperti mereka.
Sampai kemudian, saat keinginan untuk menulis diseriusi
lebih jauh, saya menemukan ilmu-ilmu atau petunjuk-petunjuk yang menunjukkan
kemampuan menulis itu bukan bakat. Mungkin ada, tapi tidak sampai 10%.
Menulis itu ternyata keahlian atau skill. Dan,
sebagaimana keahlian-keahlian yang lain, teori hanya diperlukan sebagai dasar,
sementara kemahiran didapat dengan berlatih. Berlatih terus dan terus berlatih.
Contoh sederhana, ini sering diberikan oleh para mentor
menulis, adalah mengendarai sepeda. Awalnya, naik sepeda dipegangin. Terus
dilepas sekali-kali. Terus bisa sendiri. Dan, semakin lama semakin mahir,
bahkan untuk melewati jalan sempit, berkelok-kelok mengikuti jalur angka 8, jumping,
lepas tangan, dan lain-lain.
Begitupun menulis, harus banyak berlatih. Itu yang saya
dapat saat menseriusi keinginan untuk menjadi penulis. Apalagi setelah saya
menemukan satu quote menarik di sebuah buku.
“Tidak ada penulis hebat. Yang ada penulis terlatih dan
beruntung.”
Ya, mereka-mereka, yang namanya tertulis di cover
buku-buku best seller itu bukan penulis (ujug-ujug) hebat. Mereka adalah
penulis-penulis terlatih yang beruntung.
Kata terlatih jelas menunjukkan arti mahir karena sering
berlatih. Kata terlatih mengandung makna sudah berlatih ratusan bahkan ribuan
kali.
Mereka terlatih menulis bukan hasil dari membaca puluhan
buku tentang menulis tanpa praktek menulis. Mereka terlatih menulis karena
sudah menulis ribuan kali. Sebelum menghasilkan buku-buku best seller,
mereka awalnya juga menulis biasa saja, bahkan mungkin bisa dikatakan jelek.
Asma Nadia. Tahun 90an saya sudah membaca karya-karyanya,
bersama karya kakaknya Helvi Tiana Rosa, di majalah tipis Anida. Majalah yang
beredar di kalangan tertentu.
Saat itu yang ditulis Asma Nadia adalah cerpen alias cerita
pendek. Tapi karena dia terus menulis, terus sampai saat ini, ya sudah
dipastikan dia menjadi terlatih. Coba saja hitung, kalau dia menulis (berlatih)
sekali setiap hari sejak tahun 99, berapakali dia berlatih sampai sekarang. Tak
heran sekarang dia menjadi penulis terlatih. Bukan penulis (ujug-ujug) hebat.
Berikutnya, menurut quote yang saya baca itu, perlu
keberuntungan untuk menggapai julukan ‘penulis hebat’.
Keberuntungan itu hubungannya sama momen,
kesempatan/peluang, dan sesuatu yang tidak bisa diperhitungkan. Keberuntungan tidak
bisa dipaksakan. Asma Nadia pun saat mulai menulis cerpen, dan terus menulis
cerita bersambung, dan berlanjut menulis novel tidak bisa memperhitungkan akan
menjadi penulis best seller.
Coba baca juga kisah J.K. Rowling. Sebelum menjadi best
seller sekarang ini, itu naskah Harry Potter sempat ditolak puluhan
penerbit. Keberuntungan menghinggapinya saat menemui penerbit yang kesekian,
yang berminat menerbitkan naskah Harry Potter.
Bagi seorang penulis yang bukunya sudah meraih status best
seller, keberuntungan-keberuntungan berikutnya seperti mudah datang. Karena,
naskah-naskah berikutnya sudah pasti diterima oleh penerbit. Bahkan mungkin
beberapa penerbit berebut ingin menerbitkannya. Dia tidak akan diperlakukan
sama dengan penulis pemula, yang harus menunggu 3-4 bulan sampai mendapat
jawaban dari penerbit, apakah naskahnya diterima atau tidak.
Tere Liye dalam salah satu nasihatnya di hadapan anak-anak
SMA (ada di ytb videonya) mengatakan, naskah-naskah yang sudah kita tulis, yang
ditolak penerbit, jangan dibuang. Karena ketika kita sudah mencapai level ‘penulis
hebat’, penerbit kadang tidak lagi melihat naskah tapi melihat siapa
penulisnya. Dan, dia berkata begitu karena pengalamannya.
Sekarang, apa pun yang ditulis Tere Liye pasti laku. Karena ‘penulis
hebat’ selalu ada fans yang menunggu karyanya.
Jadi, sebelum meraih keberuntungan, seperti yang didapat
Asma Nadia, J.K.Rowling, atau Tere Liye mari kita berlatih menulis. Berlatih terus
dan terus berlatih, sampai menjadi terlatih.
TSM, 260521
(sekedar curhat sambil terus berlatih menulis)
Komentar
Posting Komentar