Sebagai seorang istri yang taat pada suami, Hajar tidak banyak bertanya saat sang suami mengajaknya serta anak mereka yang masih bayi untuk pergi ke tujuan yang tidak disebutkan. Hajar yakin suaminya, Nabi Ibrahim, tidak akan bertindak tanpa bimbingan wahyu Sang Pencipta. Oleh karenanya dia menurut saja saat itu, mengiringi langkah sang suami.
Hajar pun tidak banyak bertanya saat di sebuah tempat yang sunyi,
di tengah gurun pasir, suaminya mengatakan bahwa mereka sudah sampai di tujuan.
Padahal tempat itu betul-betul terpencil. Jangankan ada manusia yang lain,
tumbuhan pun tidak terlihat. Sejauh mata memangdang ke sekeliling, yang
terlihat hanya lautan pasir.
Sebagai seorang istri yang taat, Hajar tidak membantah saat
suaminya mengatakan bahwa dirinya harus ditinggal bersama Ismail yang masih
bayi. Walaupun sejumlah tanya menggumpal dalam hatinya.
Namun, saat Nabi Ibrahim, sang suami, berbalik dan mulai
melangkahkan kakinya meninggalkan dia berdua, tak urung sisi kewanitaannya
muncul. Seorang wanita tetaplah wanita yang merasa perlu perlindungan dari
seseorang yang dipercaya. Apalagi berada di tempat yang asing. Kepenasarannya
pun jebol. Sebuah pertanyaan kemudian terlontar dari mulutnya.
“Wahai suamiku, kenapa kau tinggalkan kami berdua di tempat
ini?”
Nabi Ibrahim yang baru beberapa langkah menggerakkan kakinya
berhenti. Namun hanya sejenak, Nabi Ibrahim meneruskan langkahnya tanpa berbalik
dan menjawab pertanyaan istrinya.
Hajar tertegun melihat sikap suaminya. Airmata pun mulai
mengalir menelusuri kedua pipinya. Tangannya semakin kuat mendekap Ismail.
“Wahai suamiku, kenapa kau tinggalkan kami berdua di tempat
ini?” Kalimat yang sama Hajar ucapkan dengan nada meninggi, karena suaminya semakin
menjauh.
Nabi Ibrahim kali ini tidak berhenti, hanya melambatkankan langkahnya yang sudah lambat sejak langkah pertama. Dan tetap tidak menjawab pertanyaan istrinya. Nabi Ibrahim bukan tidak ingin menjawab. Bagaimanapun dia seorang manusia, seorang suami dan seorang ayah, yang tentu saja punya perasaan tidak tega meninggalkan mereka berdua. Namun, apa yang harus dia katakan sebagai jawaban?
Tidak mendapat jawaban dari suaminya, Hajar mengubah kalimat
tanyanya. “Wahai suamiku, Ibrahim. Apakah engkau melakukan ini atas perintah
Tuhanmu, Allah Swt?”
Tertegun Nabi Ibarihim mendengar pertanyaan ketiga. Dia seketika
menghentikan langkahnya dan kemudian berbalik.
“Betul, wahai istriku. Allah Swt memerintahkanku untuk
meninggalkan kalian berdua di sini!” Bergetar suara Nabi Ibrahim saat menjawab.
Untuk beberapa saat mereka saling diam dan saling tatap. Kemudian
dengan tegas dan sikap optimis Hajar berkata, “Kalau memang itu yang
diinginkanNya, silahkan tinggalkan kami, wahai suamiku. Karena Dia yang
memerintah pasti tidak akan menelantarkan kami berdua.”
Mendengar ketegasan dari jawaban istrinya, Nabi Ibrahim
tersenyum walaupun air tetap menggenang di pelupuk mata. Dia mengangguk
kemudian berbalik dan meneruskan langkah, meninggalkan istrinya, Hajar dan
anaknya, Ismail.
~~
Selamat Hari Raya Iedul Adha. Semoga ibadah qurban yang kita
laksanakan diterima Allah Swt. Semoga menambah keimanan dan ketakwaan kita.
Iedul Adha sering juga disebut hari raya qurban. Karena di
hari raya ini ada syariat penyembelihan hewan qurban. Untuk yang mampu
tentunya. Syariat ini dahulu diawali dengan wahyu, perintah Allah Swt, kepada Nabi
Ibrahim untuk menyembelih Ismail. Sehingga, setiap hari raya Iedul Adha yang
kita ingat, dan juga sering disampaikan para khotib/penceramah, adalah pengorbanan
Ismail yang rela, bersedia dan sabar saat akan disembelih Nabi Ibrahim.
Padahal, sebagaimana kisah di atas, jauh sebelum peristiwa
penyembelihan Ismail itu, telah terjadi pula sebuah pengorbanan besar. Pengorbanan
seorang wanita luar biasa, Hajar. Wanita super yang rela ditinggal di tempat
terpencil hanya berbekal keyakinan kepada Yang Maha Kuasa.
Komentar
Posting Komentar