Sinar mentari pagi memasuki mulut gua. Begitupun semilir
angin sejuk. Rasulullah bangun dan kaget melihat Abu Bakar bangun lebih dahulu.
Beliau hendak menyapanya, tetapi bertambah terkejut saat melihat sahabatnya itu
seperti menangis, seolah menahan rasa sakit.
“Abu Bakar, engkau menangis?”
Abu Bakar membisu, hanya memandang wajah Rasulullah. Kemudian
dia memperlihatkan kaki kanannya dan terlihat oleh Rasulullah, ibu jarinya
bengkak, bahkan ada bekas darah yang mengering.
“Kakimu kenapa?”
Abu Bakar kemudian bercerita.
Semalam saat Rasulullah tidur, dia khawatir di kegelapan gua
ada binatang berbisa seperti ular atau kalajengking. Sehingga dia menutupi
semua lubang yang ada dengan sobekan kain. Namun, setelah kain habis terpakai
semua ternyata masih ada satu lubang yang belum tertutupi. Terpaksa dia
menggunakan ibu jari kakinya untuk menutupi lubang tersebut.
Lubang itu berisi ular, dan mematuk ibu jari Abu Bakar.
Tidak mau mengganggu Rasulullah yang tidur, dia menahan diri untuk tidak
menjerit, terus menahan sakit sampai pagi. Hanya air mata saja yang keluar.
Rasulullah pun tertegun, lantas beliau berdoa seraya
memegang ibu jari Abu Bakar. Atas izin Allah Yang Maha Kuasa, ibu jari Abu
Bakar sembuh, bahkan tidak tampak ada bekas luka.
Melihat kaki sahabatnya sudah tidak sakit lagi, Rasulullah berkata,
“Sebaiknya kita segera meneruskan perjalanan. Aku khawatir orang-orang Quraisy akan
kembali.”
“Baik, ya Rasulullah,” jawab Abu Bakar. Kemudian dia bersiap,
“tapi kita harus menunggu keponakanku yang akan mengantarkan unta.”
Satu jam kemudian Rasulullah, Abu Bakar dan Abdullah bin
Uraiqith sudah sampai di persimpangan wilayah Bani Mudlij, untuk kemudian
mengambil arah ke Selatan, jalur menuju Yaman. Padahal Yatsrib, destinasi yang
ingin dituju ada di Utara.
~~
Suraqah bin Malik bin Ju’syum sedang merumpi bersama kaum Bani
Mudlij, membicarakan sayembara dari Abu Jahal. Seratus unta bukanlah jumlah
yang sedikit, maka itu menjadi bahan pembicaraan yang menarik. Masalahnya,
kemana mereka harus mencari Muhammad yang dijadikan objek sayembara tersebut.
Kemudian seseorang tiba membawa kabar tentang apa yang
mereka bicarakan.
“Wahai Suraqah, di kejauhan kulihat ada dua orang yang mengendarai
unta. Aku yakin mereka Muhammad dan sahabatnya,” katanya tergopoh, bahkan tanpa
merasa perlu untuk duduk dulu.
Suraqah menatap orang itu. Sejenak berpikir.
“Ah … tak mungkin. Mustahil itu Muhammad. Aku yakin, yang
kau lihat itu hanya para penggembala kambing.” Suraqah meyakinkan semua yang
ada di hadapannya.
Orang itu mau berkata lagi, tetapi Suraqah mengangkat
tangan. Memberi tanda untuk diam.
“Tujuan Muhammad yang aku dengar adalah Yastrib. Dan arah
yang kau tunjukkan itu bukan arah ke Yastrib.” Suraqah menambah penegasan,
dibalas anggukkan mereka, tanda sepakat.
Suraqah bin Malik dan sahabat-sahabatnya kemudian meneruskan
obrolan mereka.
Beberapa menit kemudian Suraqah bangkit dari duduknya dan
meninggalkan obrolan.
‘Seratus unta. Apalagi yang lebih berharga dari itu untuk
saat ini?’ Berpikir demikian Suraqah segera menuju rumahnya. Dia merasa yakin
informasi yang disampaikan temannya tadi benar. Orang yang terlihat dari jauh
itu pastilah Muhammad. Dia tadi berkata lain, supaya teman-temannya tidak
tertarik, sehingga dia tidak punya saingan.
Sampai di rumah, Suraqah segera menyiapkan kuda dan
perbekalan. Tak lupa dia membawa anak panah keberuntungan. Beberapa saat
kemudian Suraqah bin Malik sudah berada di atas kudanya. Dia memacu kudanya menuju
arah yang tadi diinformasikan temannya.
Tidak sampai lima belas menit, netranya menangkap dua titik
hitam di kejauhan. Makin semangat Suraqah melarikan kudanya. Semakin lama
semakin terlihat titik hitam itu adalah dua ekor unta yang dinaiki tiga orang.
Keyakinan Suraqah semakin kuat, mereka adalah Muhammad dan sahabatnya.
Semakin yakin Suraqah, semakin menaikan tempo lari kudanya.
Jarak pun semakin dekat. Beberapa ratus langkah lagi dia bisa menyusul. Akan
tetapi, tiba-tiba kudanya terperosok. Kaki depan kudanya teperlus ke pasir
sampai lutut. Tak ayal, tubuh Suraqah jatuh terpelanting.
Suraqah adalah seorang ahli dalam menunggang kuda. Tak
pernah sekali pun dia mengalami jatuh dari kuda. Sehingga mengalami jatuh dari
kuda membuat dia penasaran. Dia mengambil anak panah keberuntungan, dan
mencabut salah satunya.
Anak panah keberuntungan adalah anak panah yang selalu
dipakai oleh orang-orang Quraisy dan kabilah di sekitarnya saat hendak
bepergian atau berburu. Ada dua anak panah, yang satu ditandai sebagai tanda
untuk tidak boleh pergi. Satunya lagi ditandai sebagai isyarat bepergian bisa
dilakukan. Jadi, sebelum bepergian mereka akan mencabut satu anak panah
keberuntungan. Kalau yang diambil yang bertanda tidak boleh pergi, maka mereka
tidak akan pergi. Kalau memaksa pergi, mereka akan mengalami kesialan.
Ternyata yang diambil Suraqah anak panah yang ditandai untuk
tidak pergi. Termangu sejenak Suraqah, tetapi karena bayangan seratus ekor unta
menari-nari di depan matanya, dia tidak mempedulikan tanda anak panah itu. Dia
segera menaiki kudanya lagi dan mengejar Rasulullah.
Sementara itu Abu Bakar menyadari ada yang mengejar,
berkali-kali menoleh ke belakang.
“Ya, Rasulullah. Di belakang ada yang orang yang mengejar
kita. Kelihatannya dia berniat tidak baik.”
Rasulullah tanpa berpaling terus berdoa dan berdzikir. Hanya
memberi tanda dengan tangannya, tanda agar Abu Bakar tidak perlu khawatir.
Sementara itu Suraqah tersenyum hanya sekian menit dia bisa
menangkap buruannya. Bayangan seratus ekor unta semakin nyata. Namun, tiba-tiba
kembali kudanya jatuh, lagi-lagi kaki depan kudanya terperosok, membuat Suraqah
terlempar ke depan. Bahkan sampai beberapa meter.
Tercengang dia dengan kejadian yang sama. Seumur-umur dia
belum pernah jatuh dari kuda. Sekarang, hanya dalam waktu kurang dari satu jam,
dia telah jatuh dua kali. Namun, hadiah yang menggiurkan kembali membakar
semangatnya. Dia kembali menaiki kudanya, dan tak ingin kehilangan buruannya,
segera melecut kudanya.
Tetapi bukannya dapat mengejar Rasulullah, Suraqah bahkan
jatuh untuk ketiga kalinya. Kali ini hanya beberapa meter sebelum dia menyusul
Rasulullah. Suraqah baru menyadari, ditambah dia ingat tanda anak panah
keberuntungan, bahwa itu bukan jatuh biasa. Tersadar Suraqah bahwa Rasulullah
bukan manusia biasa, dia ada yang melindungi.
Maka berteriaklah Suraqah bin Malik. “Ya …, Muhammad.
Tunggu! Aku tidak akan mencelakakanmu.”
Rasulullah menghentikan untanya. Abu Bakar hendak melarang,
dia khawatir itu adalah akal-akalan Suraqah. Tetapi Rasulullah tetap berhenti
dan mengangguk kepada Abu Bakar.
Melihat Rasulullah berhenti, segera Suraqah menaiki kudanya
dan berhenti di depan Rasulullah. “Ya …, Muhammad. Maafkan aku. Aku semula
memang mau menangkapmu karena tergiur hadiah yang dijanjikan Abu Jahal. Namun,
kejadian aneh yang kualami tadi telah menyadarkanku.” Suraqah berkata pelan setelah
menghentikan kudanya di depan Rasulullah.
Rasulullah hanya tersenyum. Dan itu membuat Suraqah nyaman.
Kemudian dia menawarkan perbekalannya kepada Rasulullah. Tetapi Rasulullah
menolak.
“Terimakasih Suraqah, aku tidak membutuhkan apa yang kau tawarkan.
Cukup bagiku kalau engkau tidak memberitahu siapa pun tentang keberadaan kami.”
Suraqah mengangguk hormat.
Rasulullah kemudian berkata, “Hai Suraqah, apa pendapatmu
kalau aku katakan kelak engkau akan memakai baju, mahkota serta gelang emas Kisra?”
Suraqah untuk beberapa jenak melongo. “Kisra yang sekarang
raja itu, Tuanku?” tanyanya kemudian.
Rasulullah mengangguk tanpa melepaskan senyumannya.
Suraqah tersenyum, sulit Suraqah untuk bersikap. Apakah
harus mempercayai apa yang barusan didengarnya, atau akan menganggap itu bualan
saja. Tidak masuk dalam benaknya, dia seorang Baduwi akan mengenakan mahkota
raja.
“Kalau begitu tulislah apa yang tuan katakan itu. Sekaligus
itu sebagai jaminanku kelak,” katanya kemudian.
Rasulullah kemudian menyuruh Abu Bakar menuliskannya dan
memberikannya kepada Suraqah.
Suraqah kemudian berpamitan dan melarikan kudanya,
meninggalkan Rasulullah. Dan, seharian sampai sore dia berkeliling di seputar
Makkah. Setiap ada orang atau rombongan yang mencari Rasulullah dia selalu
berkata, “Aku yakin Muhammad tidak ke arah sana, tetapi ke sana,” seraya
menunjuk ke arah yang tidak dilalui Rasulullah.
Demikian, itu dilakukannya untuk melindungi Rasulullah.
Sebagaimana janji yang diucapkannya tadi pagi di hadapan Rasulullah.
~~~
Rujukan:
1.
Kitab Zaadul Mad.
2.
Kitab Sirah Nabawiyah
Catatan:
1.
Suraqah baru masuk Islam
saat peristiwa Fathul Makkah, delapan tahun sejak kejadian di atas.
Janji Rasulullah kepada Suraqah terbukti 14 tahun kemudian. Saat pasukan Muslim mengalahkan pasukan Persia di Perang Qadisiyah, dan mendapatkan ghanimah yang sangat banyak, termasuk baju, mahkota dan gelang emas Kisra. Khalifah Umar bin Khaththab meminta Suraqah memakai baju kebesaran Kisra lengkap dengan mahkota dan gelang emasnya.
Komentar
Posting Komentar