180 Derajat

 


Ini bukan tentang Matematika atau perhitungan Azimuth. Ini tentang perubahan, dari satu kondisi ke kondisi lainnya yang berlawanan. Seperti berbaliknya telapak tangan, yang semula tengadah ke atas kemudian dibalikkan sehingga menghadap tanah. Kita sering menyebutnya berubah 180 derajat.

 

Ini juga tentang bukti rezeki itu sudah ada yang ngatur. Semua manusia sudah ditakar rezekinya. Di hadis bahkan dikatakan, rezeki seseorang itu telah ditetapkan sejak dia berusia 120 hari di dalam rahim ibunya.

 

Jadi begini. Beberapa tahun yang lalu, teman kantor saya menikah. Kebetulan doi orang Ponorogo, Jawa Timur. Sekalian saja kita (saya dan teman-teman kantor) menjadikan rencana ke undangan jadi acara jalan-jalan kantor.

 

Berangkat lah kita, 15 orang, ke Ponorogo dengan 3 mobil minibus. Dari Bandung berangkat pagi, perjalanan lancar, sampai di TKP sekitar pukul 20.

 

Setelah beristirahat dan ramah tamah dengan teman saya itu, kita pun jalan-jalan ke kota. Karena dapat info makanan khas ponorogo adalah sate ayam, maka kita pun sepakat untuk makan sate ayam.

 

Sampai di warung sate, kita pun pesan 15 porsi, dan sudah biasanya satu porsi ada 10 tusuk. Sambil menunggu Mas Sate selesai membakar kita pun ngobrol ngalur-ngidul. Karena ada panggilan alam, saya pergi ke toilet yang ada di belakang warung sate. Karena lama ditahan, BAK saya agak lama.

 

Rupanya, saat saya di toilet, sate sudah dibagikan. Dan … ternyata satenya hanya tinggal untuk 14 porsi, habis. Tidak ada lagi. Tentu saja, saya yang baru kembali ke toilet tidak kebagian. Teman-teman pun awalnya tidak menyadari satenya kurang satu porsi, karena kita duduk terpisah. Ruangan dan meja di warung sate itu tidak memungkinkan kita duduk bersama atau berdekatan.

 

Saya duduk dengan lemas menatap meja yang hanya ada lontong di sana. Tanpa perlu harus menangis, saya pun merasa menjadi orang yang paling sial sedunia saat itu.

 

Teman yang semeja yang pertama tahu kalau saya tidak kebagian sate. Dia memberitahu teman yang lain, bahwa saya tidak kebagian. Lalu ada teman yang inisiatif memberikan 2 tusuk sate miliknya.

 

Berikutnya, teman yang lain melakukan hal yang sama. Ada yang memberi 1 tusuk, 2 tusuk, ada juga yang memberi 3 tusuk.

 

Anda tahu, berapa tusuk sate yang ada di hadapan saya sekarang?

Ada 14 tusuk!

 

Sementara teman-teman saya berkurang porsinya, kecuali yang tidak memberikan sate, saya malah jadi makan sate lebih dari 1 porsi. Saya yang tadinya merasa jadi orang paling sial di dunia, menjadi orang yang paling beruntung.

 

180 derajat. Hanya dalam hitungan menit ‘nasib’ saya berubah.

Komentar

  1. pengalaman yang menjadi hikmah. itulah manfaat menulis. walau cerita sederhana tetapi pemilihan kata yang pas, tentunya menjadi cerita yang "cruncy" untuk dibaca, namun teap bermakna

    BalasHapus

Posting Komentar