Nasib Si Penolak Khilafah

 




Perdebatan tentang khilafah selalu ramai. Selalu ada kontroversi tentangnya. Antara yang setuju dengan yang tidak. Bahkan perdebatannya terbilang liar. Karena perdebatannya tidak hanya di grup yang membicarakan khusus politik. Namun, sampai masuk ke grup-grup jualan atau bisnis, bahkan ke grup-grup kepenulisan. Entah, mungkin dua pihak yang berdebat ini kurang lahan untuk berdebat.

 

Saya tidak ingin ikut larut dalam perdebatan itu. Saya hanya ingin menjelaskan apa itu khilafah dan fakta ketika khilafah itu berakhir.

 

Berbicara khilafah tak bisa tanpa menyinggung empat khalifah pertama setelah Rasulullah saw wafat. Sebagaimana kita ketahui, setelah Rasulullah meninggal posisi beliau sebagai amirul mu'minin (pemimpin orang-orang beriman) digantikan oleh Abu Bakar Ash-Shidiq ra. Kemudian setelah Abu Bakar wafat, posisinya digantikan oleh Umar bin Khaththab ra, lalu diteruskan oleh Utsman bin Affan ra, dan dilanjutkan oleh Ali bin Abi Thalib. Keempat pengganti ini kemudian dikenal dengan Khulafaurrasyidin.

 

Secara bahasa makna dari khulafaurrasyidin atau Khulafa Ar-Rasyidin bisa dijelaskan sebagai berikut. Khulafa adalah bentuk jamak dari kata khalifah yang artinya pengganti. Sedangkan kata Ar-Rasyidin artinya mendapat petunjuk. Jadi makna khulafaurrasyidin secara bahasa adalah yang ditunjuk sebagai pengganti, pemimpin, penguasa dan selalu mendapat petunjuk dari Allah swt.

 

Setelah khalifah keempat, Ali bin Abi Thalib meninggal, posisi khalifah diteruskan oleh Muawiyah bin Abi Sofyan. Dan setelah khalifah Muawiyah wafat, posisinya terus dilanjutkan oleh orang yang ditunjuk. Dan begitu seterusnya dunia Islam berada dalam satu kekhalifahan, dipimpin oleh seorang khalifah, sampai berakhir tahun 1924.

 

Para sejarawan membagi sejarah Khilafah Islam menjadi empat masa:

 

1. Khulafaur Rasyidin (632-661 M)

2. Khilafah Bani Umayah (661-750 M)

3. Khilafah Bani Abbasiyah (750-1517 M)

4. Khilafah Utsmaniyah (1517-1924 M).

 

Kekhalifahan Islam berakhir saat dipegang oleh Bani Utsmani atau dikenal Ottoman dalam ejaan Barat, dan yang menjadi khalifah saat itu adalah Sultan Abdul Hamid II.

 

Tahun 1924, tepatnya tanggal 3 bulan Maret, secara resmi khilafah Islam dinyatakan tidak ada, dan tersisa adalah negara-negara Islam yang terkotak-kotak atas nama nasionalisme. Bagaimana kekhalifahan Islam bisa berakhir? Apa peran negara (pihak) non Islam dalam runtuhnya khilafah ini? Silahkan buka saja lembaran-lembaran sejarah.

 

Di sini saya menganggap wajar kalau sebagian umat Islam menginginkan kembali sistem kekhilafahan, karena orisinalitas pemerintahan Islam itu berbentuk khilafah (dipimpin oleh seorang khalifah). Dan, saya menganggap wajar juga kalau sebagian umat Islam di Indonesia menolak isu khilafah, karena sistem khilafah itu tidak bisa berdiri hanya di satu negara (saya mengenyampingkan motivasi penolakan khilafah ini dari pengaruh orang atau pihak yang tidak suka Islam).

 

Baik, kembali saya menegaskan bahwa tulisan ini bukan untuk ikut dalam perdebatan menolak khilafah atau tidak. Tetapi hanya membuka lembaran sejarah, khususnya ketika kekhalifahan Islam berakhir. Tentu ada cerita sebelum kekhilafah Islam ini berakhir. Ada sejarah panjang di balik keruntuhan khilafah Islam ini. Karena, penyebab keruntuhan ini bukan saja diakibatkan oleh faktor eksternal, tetapi faktor internal juga tidak sedikit dan tidak sederhana.

 

Berbicara runtuhnya khilafah Islam tahun 1924, tidak bisa tidak kita harus membicarakan seorang tokoh yang berada di balik keruntuhan tersebut. Dia lah, Mustafa Kemal At-Turk. Seorang tokoh Islam yang berpihak kepada asing (Inggris dan negara Eropa lainnya).

 

Perang Dunia I tahun 1914 M dimanfaatkan oleh Inggris untuk menyerang Istanbul, dan menduduki Gallipoli. Dari sinilah, kampanye Dardanelles yang terkenal itu mulai dilancarkan. Pendudukan Inggris di kawasan ini juga dimanfaatkan untuk mendongkrak popularitas Mustafa Kemal, yang sengaja dimunculkan sebagai pahlawan dalam Perang Ana Forta, tahun 1915 M. Mustafa Kemal, seorang agen Inggris keturunan Yahudi Dunamah dari Salonika itu, akhirnya menjalankan agenda Inggris: melakukan revolusi kufur untuk menghancurkan Khilafah Islam.

 

Pada tanggal 21 November 1923 terjadi perjanjian antara Inggris dan Turki yang dikenal dengan "Persyaratan  Curzon". Isi perjanjiuan tersebut: Turki harus menghapuskan Khilafah Islamiyah, mengusir Khalifah, dan menyita semua harta  kekayaannya; Turki harus menghalangi setiap gerakan yang membela Khilafah; Turki harus memutuskan hubungannya dengan Dunia Islam serta menerapkan hukum sipil sebagai pengganti hukum Khilafah Utsmaniyah yang bersumberkan Islam.

 

Persyaratan tersebut diterima oleh Mustafa Kemal dan perjanjian ditandatangani tanggal 24 Juli 1923. Delapan bulan setelah itu, tepatnya tanggal 3 Maret 1924, Mustafa Kemal mengumumkan pemecatan Khalifah, pembubaran sistem Khilafah, mengusir Khalifah ke luar negeri, dan menjauhkan Islam dari negara.

 

Sejak saat itu Mustafa Kemal At-Turk menerapkan deislamisasi di Turki. Dia menjadikan sekularisme sebagai agama, Barat didaulat sebagai kiblat budaya bangsanya. Dia melarang busana-busana islami, sebaliknya mewajibkan pemakaian busana Barat. Dalam beberapa tahun saja, Mustafa Kemal berhasil menghapuskan perayaan Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha serta melarang kaum muslimin di negerinya melaksanakan ibadah haji. Dia juga menutup dan mengubah Mesjid Besar Aya Sofya menjadi sebuah museum. Dia juga membatalkan cuti hari Jum'at, melarang adzan dalam bahasa Arab dan mengubahnya dengan bahasa Turki. Selain itu, Kemal turut menghapus penggunaan huruf-huruf Arab dalam penulisan dan menggantinya dengan huruf Latin.

 

Lalu, apa yang terjadi dengan Mustafa Kemal At-Turk?

 

Apa yang dilakukan Mustafa Kemal adalah melawan (aturan) Allah. Tentu Allah swt tidak diam. Mustafa Kemal mengalami nasib yang tragis. Menjelang kematiannya, Allah swt mengirimkan berbagai penyakit kepadanya. Alhasil, dia merasakan siksaan yang demikian dahsyat. Di antaranya penyakit kulit sampai ke kaki. 

 

Gatal yang menyiksa terasa di sekujur tubuhnya. Tidak hanya itu, sakit jantung, darah tinggi, dan panas sepanjang waktu. Sejak itu, Kemal tidak pernah merasakan sejuk sehingga pemadam kebakaran menyiram rumahnya sepanjang 24 jam. Para pembantunya juga diperintahkan untuk meletakkan potongan-potongan es di dalam selimutnya untuk mendinginkan tubuhnya.

 

Berbagai upaya itu tidak dapat menghilangkan rasa panas. Karena tidak tahan dengan panas yang dirasakannya, dia menjerit sehingga seluruh istana mendengar jeritan itu. Sehingga, dia dikirim ke tengah lautan dan ditempatkan dalam perahu dengan harapan akan merasa sejuk. Tapi panasnya tak juga hilang. Pada 26 September 1938, Kemal pingsan selama 48 jam karena tubuhnya terlalu panas, dan ketika sadar dia mengalami hilang ingatan.

 

Ketika Kemal At-Turk meninggal, tidak seorangpun yang mau memandikannya, mengafani dan menshalatkan. Mayatnya terpaksa diawetkan selama sembilan hari sembilan malam, sehingga kemudian adik perempuannya datang meminta ulama-ulama Turki untuk memandikan, mengafani dan mensalatkannya.

 

Tidak hanya itu, Allah swt menunjukkan lagi balasan sebagai azab ketika mayatnya dibawa ke kuburan. Saat mayatnya hendak dikubur, tanah tidak mau menerimanya sehingga mayatnya ditanam di dalam batu marmer. Karena putus asa, mayatnya diawetkan sekali lagi dan dimasukkan ke dalam Museum Etnografi di Ankara selama lima belas tahun sampai tahun 1953.

 

Selama lima belas tahun, mayatnya hendak dikubur kembali, bumi sekali lagi tak menerimanya. Habis sudah segala upaya, mayatnya kemudian dibawa ke suatu bukit, ditanam dalam satu bangunan marmer yang beratnya 44 ton. Mayatnya ditanam di celah-celah batu marmer. Ulama-ulama Turki saat itu mengatakan, "bukan hanya bumi Turki, tetapi seluruh bumi Allah tidak mau menerima Kemal Ataturk."

 

"Dan janganlah kamu mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya mereka itu hanya diberi penundaan, sampai tiba hari ketika mata-mata terbelalak." (QS. Ibrahim(14): 42)

 

Imam al-Husain bin Mas'ud al-Baghawi di dalam kitab tafsirnya, Ma'alimut Tanzil, menuturkan bahwa ayat di atas merupakan pelipur bagi orang-orang yang dizalimi dan ancaman bagi siapa saja yang berbuat zalim.

 

Begitulah nasib penguasa yang berada di balik kehancuran khilafah Islam. Semoga kita semua dapat mengambil pelajaran sejarah runtuhnya khilafah ini.


Komentar