![]() |
Tampilan Mushaf pra Utsman bin Affan/sumber: tafsiralquranid |
Rona wajah gembira sekaligus sedih tergambar di wajah
Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq saat menerima laporan dari Khalid bin Walid.
Khalid bin Walid yang ditunjuknya untuk memimpin pasukan untuk
memerangi orang-orang murtad (keluar dari Islam) melaporkan bahwa pasukan
Muslim berhasil mengalahkan orang-orang murtad. Bahkan, Musailamah al-Kazab,
pemimpin orang-orang murtad, sang nabi palsu berhasil dibunuh oleh Wahsy.
“Alhamdulillah …” respon Abu Bakar, “Lalu bagaimana dengan
pasukan kita, banyakkah yang syahid?”
Khalid bin Walid lalu melaporkan bahwa yang meninggal dari
pasukan Muslim lebih dari 700 orang. Khalid menyebutkan beberapa nama pasukan
Muslim yang syahid di perang Yamamah tersebut. Mendengar keterangan dari Khalid
bin Walid, seketika kesedihan melanda Abu Bakar. Selain sedih karena kematian
sahabat-sahabatnya, Dia pun bersedih karena mereka yang syahid itu adalah para
penghafal al-Quran.
Abu bakar kemudian memanggil sahabat terdekatnya, Umar bin
Khaththab, mencurahkan kesedihannya tersebut. Abu Bakar merasa khawatir, meninggalnya
para penghafal al-Quran itu akan menyebabkan firman-firman Allah Swt hilang.
Mendengar curahan hati Sang Khalifah, Umar bin Khaththab
kemudian menyampaikan idenya.
“Ya, Abu Bakar. Bagaimana kalau ayat-ayat al-Quran itu kita
tuliskan lalu kita satukan dan kita susun sebagaimana urutan yang diperintahkan
Rasulullah?”
Setelah merenung sejenak, Abu Bakat menjawab, “Apa tidak
berlebihan, Umar. Rasulullah pun tidak menyuruh kita melakukan itu. Bagaimana
mungkin kita melakukan sesuatu yang tidak dilakukan Rasulullah?”
“Demi Allah, ini adalah kebaikan, wahai Abu Bakar! Engkau
sendiri yang mengkhawatirkan hilangnya al-Quran,” tegas Umar bin Khaththab.
“Aku belum bisa menerimanya, Umar. Aku harus minta pendapat
sahabatku yang lain,” jawab Abu bakar.
Abu Bakar kemudian memanggil Zaid bin Tsabit. Kepada Zaid
bin Tsabit, dia menyampaikan usulan Umar bin Khaththab.
“Lalu, bagaimana pendapat engkau, Abu Bakar?” tanya Zaid bin
Tsabit.
“Aku belum bisa menerimanya. Aku khawatir kita menyelisihi
Rasulullah. Beliau tidak pernah menyuruh kita melakukan itu. Namun, aku akan
mengikuti pendapatmu, wahai Zaid. Kalau engkau setuju dengan pendapat Umar, aku
pun akan setuju. Tetapi kalau engkau tidak setuju, maka aku pun tidak akan
setuju.”
“Engkau betul, wahai Abu Bakar. Rasulullah tidak
memerintahkannya. Maka, aku tidak sependaoat dengan Umar.”
Mendengar kedua sahabatnya tidak menyetujui pendapatnya,
Umar bin Khaththab berkata, “Kalian harus mempertimbangkan, apa ruginya jika
kita melakukan hal itu? sementara kalau tidak, kita sudah membayangkan dampak
buruknya.”
Bertiga untuk beberapa saat mereka beradu argumen. Walaupun
kemudian, Abu Bakar dan Zaid bin Tsabit dapat menerima usulan Umar bin Khaththab.
“Engkau adalah seorang pemuda yang cerdas, kami tidak akan
menyalahkanmu. Dan engkau pernah menuliskan wahyu untuk Rasulullah, maka aku
perintahkan engkau untuk menuliskan al-Quran dan menyusunnya.” Abu Bakar
memberi perintah kepada Zaid bin Tsabit.
“Demi Allah, memindahkan salah satu gunung tidak lebih berat
bagiku daripada mengerjakan apa yang engkau perintahkan ini,” jawab Zaid bin
Tsabit.
Abu Bakar terus memaksa Zaid bin Tsabit untuk melakukan
pengumpulan catatan ayat-ayat al-Quran.
Zaid bin Tsabit kemudian mengumpulkan catatan al-Quran yang
bertebaran di pelepah-pelepah pohon kurma, di batu-batu tipis, dan mencatat
ayat-ayat yang tidak tercatat, berdasarkan hafalan-hafalan para sahabat.
Setelah terkumpul Zaid menyerahkannya kepada Abu Bakar
ash-Shiddiq. Kumpulan ayat-ayat al-Quran tersebut kemudian disimpan oleh Abu
Bakar sampai ia kemudian meninggal dan digantikan oleh Umar bin Khaththab.
Umar bin Khaththab pun kemudian menyimpan kumpulan wahyu
Allah swt tersebut sampai meninggal. Baru pada saat Khalifah dijabat Utsman bin
Affan, kumpulan ayat-ayat al-Quran tersebut disusun dan dibuat menjadi mushaf,
sebagaimana yang kita baca hari ini.
Subhanallah … keberanian Umar, berijtihad, melakukan
terobosan walaupun tidak diperintahkan Rasulullah Saw, bersanding dengan
kerendahan hati Abu Bakar, Sang Khalifah, yang menerima pendapat Umar bin
Khaththab.
Wallahu’alam.
Sumber: Biografi 104 Shahabat Nabi, Syaikh Mahmud Al-Mishri,
Penerbit Insan Kamil.
Komentar
Posting Komentar