Jadilah Pakaianku

 



To the point, judul di atas saya tujukan kepada istriku.


Banyak perempuan hebat yang saya kagumi di dunia ini. Beberapa di antaranya adalah, Khadijah binti Kuwailid. Perempuan hebat penyokong utama dan terdepan saat awal-awal Muhammad, suaminya mendapat amanah menjadi Rasul.


Kemudian Aisyah binti Abu Bakar. Perempuan yang dengan perantaranya banyak sunah Rasulullah (hadis), khususnya kebiasaan Rasulullah di ruang privatnya, tersampaikan kepada kita.


Lalu, Maryam binti Imran, yang beban fisik dan mentalnya tidak akan pernah dialami lagi oleh perempuan mana pun sampai kapan pun. Perempuan suci yang jangankan bergaul dengan lawan jenis, keluar rumah pun jarang. Namun, harus menanggung beban karena melahirkan seorang bayi suci, tanpa menikah.


Ada pula Tjut Nyak Din, perempuan perkasa dari tanah Serambi Mekkah. Yang karena saking ketakutannya, Kompeni saat itu harus membuangnya ke tatar Sunda, Sumedang, sampai akhir hayatnya.


Dan banyak lagi sosok perempuan yang saya kagumi di dunia ini. Namun yang jelas, yang saya kagumi secara nyata dalam kehidupanku adalah ibuku dan istriku.


Spesial untuk istriku, saya ingin mempersembahkan tulisan ini. Karena dulu saya harus mencintaimu (setelah menikahimu), dan sekarang ingin lebih mencintaimu, dan terus mencintaimu.


Mungkin jadi agak rancu tulisannya nanti, seolah jadi curhat seorang suami yang mengharap sesuatu dari istrinya. Tapi, enggak apa lah dianggap curhat juga.


‘Jadilah Pakaianku’ saya ambil judul demikian untuk tulisan ini. Karena bagaimanapun, supaya saya, sang suami, lebih mencintaimu, tentu akan ada harapan (bukan tuntutan, ya?). Itulah kenapa ada kata ‘jadilah’.


Namun, saya akan bersikap adil. Saat saya menulis ‘Jadilah Pakaianku’, maka dalam hati pun tertanam kalimat, ‘Aku pun akan menjadi pakaianmu’.


Saya akan mengutip salah satu ayat dalam al-Qur’an,

Mereka (istri-istri) adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka”.


Dalam kalimat firman Allah Swt di atas, yang terdapat di surat al-Baqarah ayat ke-187, terkandung kata ‘saling’. Istri berfungsi sebagai pakaian bagi suami. Begitupun suami befungsi sebagai pakaian bagi istri. Ada hubungan timbal balik. Hubungan timbal-balik kan inti dari cinta. Karena, cinta tidak akan terjadi tanpa adanya ‘saling’ dari kedua pihak.


Untuk itu cukup 2 sikap yang dibutuhkan seorang istri supaya suaminya makin mencinta dan terus mencinta, yaitu paham, dan tulus.


Kita awali dengan pengertian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Paham sebagai kata kerja (verb) mempunyai makna, ‘mengerti benar (akan); tahu benar (akan)’. Sedangkan Tulus memiliki arti ‘sungguh dan bersih hati (benar-benar keluar dari hati yang suci); jujur; tidak pura-pura; tidak serong; tulus hati; tulus ikhlas’.


Bagaimana implementasinya?

Ya bersikap, memahami suami dan tulus dalam menjalani hidup dengannya.


Pahami karakternya, pahami kebutuhannya, pahami keinginannya, sampai pahami kesenangannya.


Misalnya, seorang istri yang kebetulan berkarakter suka bicara, harus memahami jika suaminya seorang introvert. Jangan memaksaknya terus mengajak bicara untuk hal-hal yang bersifat remeh-temeh.


Begitupun sebaliknya, kalau si istri yang introvert bersuamikan seorang yang suka bicara, harus melayani pembicaraan suami. Itu salah satu contoh saja.


Begitupun terhadap kesenangan suami. Pahami, selama kesenangannya tersebut tidak mengganggu kewajibannya sebagai suami.


Saya bersyukur, istri saya memahami kesenangan saya membaca. Saat membaca, saya bisa semalaman memegang buku, atau seharian kala libur.


Sikap kedua adalah Tulus, tulus dengan keseluruhan maknanya. Tulus saat memahami dan melayani suami. Ketulusan ini harus nampak dalam gestur tubuh, rona wajah dan nada suara saat mendampingi suami.


Ketulusan ini harus nampak dalam gestur tubuh, rona wajah dan nada suara saat mendampingi suami


Sikap memahami dan tulus ini akan sejalan dengan pengertian ‘pakaian’ dalam ayat di atas.


Fungsi pakaian adalah, sebagai pelindung dari apa pun ancaman terhadap tubuh. Baik itu berupa sinar panas matahari, sengatan hewan, maupun terpaan angin kencang. B


Berfungsi juga sebagai penutup aurat, yang akan menyembunyikan sesuatu yang akan membuat malu kalau terbuka.


Terakhir berfungsi sebagai hiasan, yang akan memperindah tubuh, sehingga enak dilihat dan membangkitkan harga diri.


Begitulah Istri, hendaknya mampu melindungi suami dari apapun yang akan membuatnya menderita, mampu menutupi aibnya, dan menghiasinya dengan akhlak mulia. Ketiganya bisa diraih dengan sikap memahami dan tulus.


Tuh kan, kalimatnya jadi tuntutan ya?


Gapapalah yang penting kata ‘saling’ harus menyertai itu semua. Harus ada timbal-balik. Sehingga, saat menulis ini pun saya bertekad, ‘akan melindungimu, menutupi aibmu dan menghiasimu, wahai istriku tercinta … ta ... ta … ta’. (pakai echo)


Saya akhiri tulisan ini dengan dua buah quote,

"Cinta itu saling menguatkan jika engkau ikhlas dalam kebersamaan".


Dicintai begitu dalam oleh orang lain, akan memberi kekuatan. Mencintai orang lain dengan sungguh-sungguh, akan memberi keberanian”.



Semoga bermanfaat.

Selamat bermalam mingguan dengan pasangan yang syah.

Komentar