Tahaduts bin-Ni'mah untuk 9 Buku

 



Dalam Islam ada istilah Tahadduts bil-Ni'mah. Tahadduts bil-Ni'mah adalah istilah yang digunakan oleh seorang Muslim untuk mengungkapkan kebahagiaannya, rasa syukurnya atas nikmat yang telah dia terima. Tahadduts bil-Ni'mah dilakukan sebagai wujud syukur yang mendalam.

 

Kenapa rasa syukur harus ditampakkan?

Karena itu perintah Allah Swt, dalam firman-Nya di surat Adh-Dhuha ayat ke-11.

 

Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu sebutkan.”

 

Syaikh As-Sa’di rahimahullah berkata, “Ini mencakup nikmat agama maupun nikmat dunia, pujilah Allah karena (limpahan nikmat tersebut) dan (bisa saja) suatu nikmat tertentu dikhususkan penyebutannya, jika memang ada maslahat. Namun jika tidak, maka sebutkan nikmat Allah secara umum, karena menyebutkan nikmat Allah mendorong (seseorang) untuk mensyukurinya, dan mengharuskan hati seorang hamba mencintai Dzat yang telah menganugerahkan nikmat tersebut, karena sesungguhnya fitrah hati seorang hamba mencintai kepada yang telah berbuat baik kepadanya” (Tafsir As-Sa’di :928).

 

Sebagai bentuk Tahadduts bil-Ni'mah juga saya menulis artikel ini. Alhamdulillah … sejak 2019 saya telah menulis 9 buku, walaupun 3 buku berupa antologi.

 

Selain sebagai rasa syukur, saya menuliskan kisah proses menulis 9 buku ini juga sebagai pemicu semangat untuk menulis lagi buku-buku berikutnya. Setidaknya setiap tahun, minimal, saya harus bisa menulis buku. Sangat banyak faedah menulis buku, dan Anda semua sudah tahu. Tak perlu saya tuliskan lagi di sini.

 

Mungkin saja ada di antara Anda yang berkomentar, ‘Halah … baru 9 buku saja sombong!’ atau ‘Nerbitin buku kan sekarang gampang, asal punya uang!’ Atau komentar-komentar negatif lainnya. Silahkan saja. Dan itu tidak akan mengurangi semangat saya untuk menulis terus.

 

Baik, saya akan cerita bagaimana proses ‘lahirnya’ anak-anak saya itu.

 

 

Ayat-Ayat Doa

 

Buku ini tidak direncanakan terbit. Atau tidak disengaja akan diterbitkan. Bermula dari perkenalan saya dengan sebuah software pencari data Al-Quran yang bernama QSoft. Software ini berfungsi layaknya Google, menemukan data yang dicari. Namun, QSoft ini khusus untuk mencari data-data yang terdapat di dalam Al-Quran. Yang ingin tahu tentang QSoft, silahkan searching di Google.

 

Dengan menggunakan QSoft ini saya mencari kalimat-kalimat doa dalam Al-Quran. Kalimat doa, kan, biasanya diawali dengan kalimat ‘Robbana’, ‘Allahumma’, dan ‘Robbii’. Nah, dengan 3 keyword itu saya mencarinya.

 

Ditemukanlah ada ratusan kalimat doa di dalam Al-Quran. Saya kemudian menyusunnya dalam sebuah makalah. Saya buat dalam bentuk pdf dan dibagikan ke beberapa teman. Lalu ada yang mengusulkan untuk diterbitkan menjadi sebuah buku.

 

Atas saran seorang teman yang lain, yang pernah menerbitkan buku, naskah kumpulan doa ini saya kirim ke penerbit Farha Pustaka. Karena bukan penerbit mayor, saya harus menyediakan dana untuk biaya penerbitannya. Alhamdulillah … sekitar dua bulan kemudian terbitlah buku Ayat-Ayat Doa ini dengan nomor ISBN 978-623-7505-45-7.

 

 

Adam Bukan Manusia Pertama di Bumi

 

Di antara buku-buku yang saya tulis, buku ini yang paling lama prosesnya. Baik proses mencari datanya, maupun proses menuliskannya. Bahkan, setelah terbit pun masalah masih ada, yaitu penolakan dari orang-orang yang memegang keyakinan bahwa Nabi Adam itu manusia pertama yang Allah ciptakan.

 

Sebenarnya ide buku ini telah ada sejak saya mahasiswa, sekitar tahun 1995-1996. Saat itu saya menghadiri sebuah seminar yang diadakan oleh sebuah Lembaga Dakwah Kampus, di Masjid Al-Manar di daerah jalan Suci Bandung. Tema seminar itu memang membahas perihal kehadiran Nabi Adam di bumi. Dan sejak itu saya penasaran, betulkah Nabi Adam itu manusia pertama di bumi?

 

Di acara seminar itu juga saya membeli sebuah buku. Isinya kumpulan makalah tentang teori penciptaan Nabi Adam. Karena saya ingin sekali mengetahui yang sebenarnya, dan ada keinginan juga untuk menuliskannya.

 

Karena saat itu dunia literasi – khususnya perbukuan – belum begitu marak seperti sekarang, ditambah belum ada internet, apalagi blog atau media sosial, juga karena kesibukan kulian dan lain-lain, maka kepenasaran dan keinginan menulis itu terlupakan begitu saja.

 

Setelah menerbitkan buku ‘Ayat-Ayat Doa’, saya teringatkan kembali pada ide menulis tentang penciptaan Nabi Adam. Lalu saya pun mencari buku yang dulu saya beli tersebut. Alhamdulillah, ternyata buku itu masih ada. Padahal sejak tahun 1996 itu saya sudah empat kali pindah rumah.

 

Adanya teknologi internet serta dunia literasi yang semakin berkembang, memudahkan saya mencari data-data yang saya butuhkan. Buku-buku dengan tema yang sama pun sudah banyak ditulis, semakin melengkapi sumber literatur untuk bahan yang akan saya tulis.

 

Setelah melakukan penelusuran melalui beberapa literatur yang saya dapatkan, proses penulisan naskah pun dimulai.

 

Dari penelusuran literatur, saya menyimpulkan ada 4 hal yang menjadi alasan terjadinya kontroversi apakah Nabi Adam manusia pertama atau bukan. Keempat isu itulah yang menjadi inti dari buku yang saya tulis.

 

Keempat isu tersebut adalah, pertama tentang pengertian 'khalifah'. Kedua, tentang siapa atau apa yang dimaksud oleh malaikat, yang akan merusak dan menumpahkan darah di bumi. Ketiga, 'surga' yang ditempati Nabi Adam, apakah itu surga yang akan ditempati oleh orang-orang salih kelak? Atau surga itu hanya nama sebuah tempat di bumi? Dan yang keempat, tentang pengertian 'ihbithuu' (turunlah).

 

Saya memadukan data-data ilmiah dengan dalil-dalil, Al-Quran dan Hadis, untuk membahas keempat isu tersebut.

 

Tentu saja, sebagaimana saya sebutkan di atas, banyak hujatan yang saya terima setelah saya menulis (menerbitkan) buku ini. Karena, mendobrak sesuatu yang selama ini dianggap mapan selalu mengundang protes. Bahkan saat saya mempromosikan buku saya ini di sebuah grup menulis di FB, ada yang berkomentar bahwa saya sudah keluar dari Islam dengan tidak mempercayai Nabi Adam sebagai manusia pertama.

 


Luka dari Badar dan Menggapai Tangan Tuhan

 

Ini buku pertama yang saya tulis di 2020

 

Buku Luka dari Badar ini terinspirasi oleh novel Sang Pangeran karya Salim A. Fillah. Sebuah novel sejarah dengan mengisahkan keperkasaan Pangeran Diponegoro saat melawan penjajah Belanda. Perang Diponegoro yang terjadi 1825 sampai 1830 itu dijadikan latar dalam novel setebal 600 halaman lebih itu.

 

Nah, setelah membaca novel tersebut saya jadi berpikir, kalau sejarah Perang Diponegoro bisa dijadikan novel kenapa tidak dengan peperangan-peperangan yang terjadi antara pasukan kaum Muslimin dengan orang-orang kafir? Padahal, perang-perang yang dipimpin Rasulullah itu tidak kalah serunya dengan peperangan-peperangan lain yang terjadi di dunia.

 

Saya jadi terinspirasi untuk menuliskan novel sejarah dengan latar belakang peperangan yang dialami oleh Rasulullah dan kaum Muslimin saat awal-awal Islam.

 

Motivasi kedua kenapa saya ingin menulis novel sejarah berlatar Siroh Nabawiyah (perjalanan hidup Nabi Muhammad Saw) adalah karena sampai saat ini belum banyak buku Siroh Nabawiyah yang ditulis dalam format novel. Kebanyakan berupa textbook, tebal, dan kaku, seperti buku-buku kuliah. Sehingga kaum Muslimin malas untuk membacanya. Padahal mempelajari Siroh Nabawiyah sama pentingnya dengan mempelajari Al-Quran dan Hadis.

 

Kalau ditulis dalam format novel, saya berharap banyak yang berminat membaca (mempelajari) Siroh Nabawiyah. Dan ternyata terbukti, buku Luka dari Badar ini setelah saya bagikan ke beberapa orang, semuanya antusias menyambut baik dan memberi respon positif.

 

Kenapa saya memilih judul Luka dari Badar? Karena, kekalahan dari Perang Badar ini membuat orang-orang Quraisy terluka fisik dan psikisnya, sehingga mereka memendam dendam kepada Rasulullah dan kaum Muslimin. Dari dendam itulah kemudian terjadi perang-perang berikutnya: Perang Uhud, Perang Ahzab, dan lain-lain. Jadi, Perang Badar ini hanya permulaan. Dan saya berniat menuliskan semua peperangan itu ke dalam format novel.

 


Menggapai Tangan Tuhan

 

Buku kedua yang saya tulis di 2020 ini merupakan kumpulan artikel yang saya tulis selama bulan Ramadan 2020. Selama WFH (kerja di rumah) karena pandemi, saya mengisi kesibukan dengan menulis dan mempostingnya di FB. Setiap hari saya menulis minimal satu artikel.

 

Kemudian saya mendapat tawaran dari penerbit EDWrite untuk menerbitkan artikel-artikel saya tersebut menjadi buku. Saya pun tentu saja menyetujuinya. Akhirnya, dua tiga bulan kemudian terbitlah buku Menggapai Tangan Tuhan.

 

 

Allah Tak Pernah Meninggalkanmu dan Life is Beatiful

 

Dua buku yang akan saya ceritakan ini bukan buku solo, tetapi antologi. Kenapa saya ceritakan juga? Selain sebagai ungkapan rasa syukur (tahaduts bin-ni'mah), juga banyak hal menarik dari proses penulisan dan penerbitan kedua buku antologi ini.

  

Suatu hari Tim-nya Ahmad Rifai Rif'an mengirim pesan via chat. Mengabarkan bahwa Ahmad Rifai Rif'an akan mengajak beberapa penulis untuk nulis bareng. Saya termasuk yang diajak nubar (nulis bareng). Saya tentu saja bersedia. Siapa yang tidak senang diajak nulis bareng oleh penulis buku-buku best seller.

 

 Oh ya, kalau belum tahu siapa itu Ahmad Rifai Rif'an, silahkan mampir Ke Om Gugel. Tanyain, banyak datanya di situ.

 

Terkumpullah kemudian 80 penulis, termasuk saya dan Ahmad Rifai Rif'an. Tema yang diangkat saat itu, sesuai dengan kondisi sedang pandemi, adalah pengalaman masing-masing penulis saat mengalami problem yang berat, atau kondisi krisis, yang seolah buntu tidak ada jalan keluar. Namun, tiba-tiba keajaiban datang. Allah Swt hadir memberi solusi dari permasalahan berat tersebut.

 

Atas kesepakatan buku antologi itu diberi judul Allah Tak Pernah Meninggalkanmu. Berbagai permasalahan berat dikisahkan oleh ke-80 penulis. Problem utang, problem penyakit yang tidak sembuh-sembuh, problem tidak juga dikaruniai anak, problem ekonomi, dan lain-lain. Yang semuanya berujung dengan bukti bahwa Allah selalu ada untuk memberi solusi.

 

Buku antologi yang kedua sebenarnya tidak istimewa, tetapi saya tertarik menceritakan proses terbitnya karena banyak hal menarik bagi saya pribadi.

 

Bermula dari sebuah kelas menulis online. Setelah kelas berakhir peserta yang cuma 12 orang itu - yang tidak saling mengenal, yang berjauhan tempat tinggalnya - sepakat untuk nulis bareng dan diterbitkan menjadi buku.

 

Saya, karena satu-satunya pria, diminta untuk menjadi koordinator. Terpaksa dengan ikhlas, ya saya sanggupi.

 

Proses pun dimulai. Masing-masing mengirim naskah via email. Kebayang, kan, semuanya baru belajar menulis, baru pertama kali ikut kelas menulis. Naskah-naskah yang saya terima ternyata belum layak untuk diterbitkan. Masih banyak typo, cara penulisan yang salah, masih banyak kata-kata tidak baku, dan sebagainya.

 

Mendadak jadi editor, padahal saya belum pernah belajar khusus bagaimana mengedit naskah. Proses ini yang lama. Bahkan terkadang saya harus bertanya ke penulisnya saat ada kalimat yang tidak dimengerti.

 

Setelah semua naskah selesai diedit dan disatukan dalam satu file, berikutnya adalah penentuan judul buku. Ini pun ternyata tidak mudah, masing-masing punya usulan judul buku. Diskusi penentuan judul pun alot, lama, masing-masing mengemukakan argumennya. Dan akhirnya disepakati judulnya Life is Beautiful.

 

Langkah berikutnya adalah proses menerbitkan buku. Tentu saja kami merasa buku ini belum layak untuk diajukan ke penerbit mayor. Mau diterbitkan di penerbit minor pun terkendala dana. Lumayan lama naskah terpendam karena belum ada solusi.

 

Akhirnya saya mendapat info bahwa ada penerbit yang menerima naskah buku tanpa meminta biaya penerbitan, selama naskahnya layak untuk diterbitkan. Yaitu Guepedia. Saya kemudian cari-cari info tentang Guepedia ini. Akhirnya dapat. Dan, naskah kami pun dinilai layak untuk diterbitkan.

 

Tentu saja semua senang. Tanpa keluar dana serupiah pun, buku kami terbit. Saya yang paling berbahagia, karena telah melaksanakan amanah sebagai koordinator. Banyak pelajaran berharga selama proses mengkoordinir penerbitan buku antologi ini.

 

 

Kumpulan Cerpen

 

Ya, tiga buku terakhir, atau buku ke-7, ke-8, dan ke-9, yang akan saya ceritakan ini buku kumpulan cerpen.

 

Buku kumpulan cerpen pertama yang akan saya ceritakan berjudul 3 Dosa, yang terbit di 2021, yang juga satu-satunya buku yang saya terbitkan tahun itu.

 

Buku ini semula tidak ada niat untuk diterbitkan. Untuk diketahui, selama ini saya seringnya menulis artikel non-fiksi. Sekali-kali saja saya menulis cerpen. Sebagaimana artikel, saya pun mem-posting cerpen-cerpen saya itu di grup-grup literasi di FB. Dan, ternyata mendapat respon positif dari pembaca.

 

Tak terasa sudah 14 cerpen saya tulis. Pengalaman menerbitkan buku di Guepedia, yang tidak memungut biaya alias gratis, saya pun mengirimkan naskah ke-14 cerpen ke Guepedia. Tentu saja setelah sebelumnya dilakukan editing dan lay-outing.

 

Alhamdulillah, ternyata naskah kumpulan cerpen saya itu dinilai layak untuk diterbitkan. Proses penerbitan pun dilakukan Guepedia, dan 2 bulan kemudian buku 3 Dosa telah terpampang di ruang etalase Guepedia dan di beberapa marketplace, seperti Shopee, dan Tokped. (yang berminat silahkan order via web Guepedia atau di marketplace).

 

Buku ke-8, 30 Kisah Inspirasi Qurani, sebenarnya bukan buku saya, tapi kumpulan naskah yang menjadi juara satu dari challenge menulis yang diselenggarakan Opinia, bulan Ramadan tahun lalu.

 

Challenge saat itu adalah menulis cerpen yang terinspirasi ayat-ayat Al-Quran selama sebulan (30 hari). Dan setiap hari dipilih 3 cerpen terbaik untuk meraih juara 1, 2, dan 3.

 

Buku ini adalah kumpulan 30 cerpen yang meraih juara 1. Alhamdulillah, 2 cerpen saya meraih juara 1, sehingga 2 cerpen tersebut ada di dalam buku ini. Saya sangat bangga dengan buku ini, karena cerpen saya bisa satu buku dengan para penulis senior, salah satunya Mas Kurnia Effendi.

 

Buku terakhir yang saya terbitkan, 30 Kisah Terinspirasi Al-Quran, masih ada hubungannya dengan challenge yang diselenggarakan oleh Opinia.

 

Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa challenge Opinia tersebut mengharuskan para peserta untuk menulis cerpen selama 30 hari.

 

Nah, buku ini berisi ketiga puluh cerpen yang saya ikutkan lomba. Saya berpikir, daripada 30 cerpen saya itu hanya tersimpan di komputer, lebih baik diterbitkan. Lagi-lagi saya mengirimkan ketiga puluh cerpen tersebut ke Guepedia.

 

Kenapa? Ya, karena tidak ada risiko.

Kalau diterima syukur, kalau ditolak pun no problem. Toh, saya enggak keluar biaya. Ga rugi, kan?

 

Eh, ternyata, alhamdulillah, lagi-lagi kumpulan cerpen saya itu, dinilai oleh Guepedia, layak untuk diterbitkan. Dan, dua bulan kemudian, November kemarin, buku yang beri judul 30 Kisah Terinspirasi Al-Quran, terbit dan sudah di pajang di toko-toko milik Guepedia di beberapa marketplace.

 

Demikian behind the scene kesembilan buku saya yang terbit. Saya bercerita selain sebagai ungkapan rasa syukur, juga semoga menjadi pemicu semangat untuk menulis buku lagi, dan menerbitkannya.

 

Semoga bermanfaat, semoga juga memicu semangat menulis Anda.


Komentar