“Ikat dulu untamu baru tawakal!”
Demikian nasihat Rasul pada seseorang yang hendak masuk
masjid dan tidak mengikat untanya dengan alasan dia bertawakal kepada Allah.
Memang di sebagian Muslimin keyakinannya pada
ke-Mahakuasa-an Allah SWT, keimanannya pada takdir, sering mengesampingkan
faktor ikhtiar dalam mengharapkan suatu hasil. Menyandangkan hasil pada takdir.
Baginya itu dianggapnya sudah bertawakal.
Misalnya saja di masa pandemi covid-19. Masih banyak yang
menganggap bahwa terpapar virus atau tidak itu sudah ada takdirnya. Memang,
pernyataan tersebut tidak salah, tapi kalau kemudian pernyataan tersebut
menyebabkan tidak mengindahkan anjuran pemerintah untuk bersikap hati-hati, itu
yang jadi masalah.
Harusnya faktor ikhtiar tetap dijalankan, dilakukan,
disertai dengan do’a, adapaun hasilnya sesuai dengan harapan atau tidak, di
sana baru ada ruang untuk kita bertawakal.
Ada beberapa kisah yang menjelaskan pentingnya ikhtiar untuk
menjemput takdir yang sudah ditentukan Allah SWT.
Pertama, kisah Nabi Musa AS ketika bersama Bani Israil,
dikejar Firaun dan pasukannya dan terhalang laut. Beberapa pengikut Nabi Musa
mengeluh bahwa pasukan Firaun hampir menyusuli mereka. Pada saat keadaan
benar-benar genting dan terhimpit dialami Nabi Musa dan pengikutnya, turunlah
wahyu Allah SWT kepada Musa AS.
“Pukullah lautan itu dengan tongkatmu” Maka terbelahlah
lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar.”
(QS:Asy-Syu’ara Ayat: 63).
Dan kelanjutannya anda semua sudah tahu. Tapi, inti dari
kisah ini adalah, kalau memang Allah SWT hendak menolong Nabi Musa AS, kenapa
tidak langsung menjadikan laut terbelah? Kenapa malah menyuruh Nabi Musa AS
memukulkan tongkatnya?
Memukulkan tongkat, itulah ikhtiar.
Kisah kedua, ketika hendak melahirkan Nabi Isa AS, berbagai
rasa berbaur dalam diri Maryam. Rasa malu karena melahirkan dalam kondisi tidak
bersuami. Keletihan dan kelaparan yang sangat. Sampai-sampai Maryam mengeluh
dan hampir menyerah dengan berkata,
“Oh, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi
sesuatu yang tak berarti dan dilupakan.” (QS. Maryam: 23)
Dalam keletihan fisik dan kelelahan psikis itu, Maryam
kemudian bersandar pada sebuah pohon kurma. Allah swt kemudian menyuruhnya
untuk menggoyangkan pohon kurma tersebut,
“Dan goyang-goyangkanlah pelepah pohon kurma itu ke arahmu
niscaya akan gugur buah-buah kurma yang telah masak itu kepadamu”. (QS. Maryam:
26)
Dan kelanjutannya anda semua sudah tahu. Tapi, inti dari
kisah ini adalah, kalau memang Allah SWT hendak menolong Maryam, kenapa tidak
langsung saja menjatuhkan kurma-kurma untuk disantap Maryam? Kenapa malah
menyuruh Maryam menggoyangkan pohon?
Menggoyangkan pohon. Itulah ikhtiar.
Cukup kiranya dua kisah di atas menggambarkan pentingnya
ikhtiar dalam segala hal.
Sebagai tambahan, dalam penegasan yang lain, mungkin bisa
dilihat ayat ketujuh surat Huud, di mana Allah SWT berfirman,
“Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam
masa, dan adalah Arasy-Nya di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara
kamu yang lebih baik amalnya.”
Kenapa harus enam masa?
Padahal Allah Maha Kuasa, cukup bagi-Nya mengatakan “Kun”.
Sebagaimana firmannya,
“Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu
hanyalah berkata kepadanya: Kun! (Jadilah!)” maka terjadilah ia” (QS. Yasin:
82)
Enam masa itu proses, itu ikhtiar.
Selamat berikhtiar (yang dihiasi ikhlas), dan pada-Nya
kemudian bertawakal untuk menyerahkan hasil akhir dari usaha kita.
There always be a magic in action.
Akan selalu ada keajaiban ketika kita bertindak mencapai impian kita.
Komentar
Posting Komentar