Mengikat Makna

Saya pernah membuat quote, “Menulis adalah proses mengeluarkan isi kepala, dan membaca adalah proses mengisinya”. Quote itu saya buat, karena melihat sangat pentingnya membaca, terutama untuk yang berniat menjadi penulis. Pernah ada yang berkomentar begini di postingan saya tentang quote di atas dan pentingnya membaca bagi seorang penulis, “Saya tidak suka membaca, tapi saya bisa menulis”. Menulis naskah: cerpen atau artikel maksudnya. Saya balas komentarnya, “Bisa saja, Mbak. Tapi dijamin kualitas tulisan Anda tidak akan bertambah. Diksi atau pilihan kata Anda akan itu-itu saja.” Ya, menurut saya begitu. Kalau kita tidak suka membaca, maka tidak ada sesuatu yang masuk ke dalam kepala kita. Isi kepala kita, yang nantinya akan dikeluarkan saat menulis, tidak pernah bertambah. Perbendaharaan kosa kita minim. Tapi … saya tidak punya waktu untuk membaca, mencari waktu luang untuk menulis pun susah. Karena saya masih belajar menulis, jadi aktivitas menulis lebih sering. Mungkin ada yang berkomentar seperti itu. Betul! Membaca dan menulis memang bukan aktivitas main-main, kalau ingin hasil yang maksimal. Baik dari hasil membaca atau hasil menulis. Masing-masing harus disiapkan waktu yang benar-benar mendukung. Tetapi, kalau memang waktu kita sempit, ada cara efektif supaya aktivitas membaca dan menulis sejalan. Maksudnya kita dapat melakukan kedua aktivitas itu dengan masing-masing hasilnya optimal. Bagaimana caranya? Caranya dengan mengikat makna! Kamsudnya? Jadi begini, mengikat makna adalah istilah yang diperkenalkan oleh seorang penulis bernama Hernowo, di dalam bukunya yang berjudul Mengikat Makna. Mengikat makna itu maksudnya aktivitas menulis secara bebas, style menulis suka-suka kita, sesuai pemahaman kita terhadap naskah, baik itu esai, opini, fiksi, atau apa pun, yang telah kita baca. Singkatnya, mengikat makna itu aktivitas membaca sekaligus menulis. Ada 2 keuntungan yang didapat dari mengikat makna ini, yaitu: 1. Pemahaman kita terhadap materi yang dibaca akan semakin kuat tertanam di dalam memori otak kita. Memori yang tertanam kuat di otak kita ini suatu saat akan muncul Ketika kita membutuhkan informasi tersebut, misalnya saat menulis. 2. Dengan menulis secara bebas, menurut style kita, selain akan memperlancar ‘syaraf’ menulis kita, juga akan melatih kita dalam menggunakan diksi yang tepat. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr dan Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jagalah ilmu dengan menulis.” (Shahih Al-Jami’, no.4434. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih). Hadis di atas menjadi dasar aktivitas mengikat makna ini.

Komentar