Day29 - Pentingnya Komunikasi Ayah dengan Anak

 



Komunikasi merupakan kunci penting dalam menjalin hubungan yang sehat antara orangtua dengan anak. Komunikasi yang terjalin secara harmonis antara orangtua dan anak juga menjadi salah satu ciri dari keluarga yang sakinah mawadah wa rohmah.

Beberapa ayat al-Quran mengisahkan komunikasi seorang ayah dengan anak laki-lakinya. Salah satunya, dan paling fenonenal, adalah komunikasi (dialog) antara Nabi Ibrahim as dengan putranya Ismail.


Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar.” (QS. Aṣ-Ṣaffat: 102)

Sebelum peristiwa yang dikisahkan dalam ayat di atas, Nabi Ibrahim as - dalam hubungannya dengan putranya Ismail - mengalami dua momen yang mengharukan.

Pertama, bertahun-tahun sejak menikahi Hajar, tidak ada tanda-tanda Hajar akan melahirkan seorang anak. Kekhawatiran melanda Nabi Ibrahim. Dia terus berdoa kepada Allah swt agar dikaruniai anak. Allah swt pun kemudian mengabulkan permohonannya. Maka lahirlah Ismail.

Kedua, belum genap sebulan umur Ismail, Allah swt memerintahkan Nabi Ibrahim untuk membawa Hajar dan Ismail ke sebuah lokasi terpencil, dan meninggalkan mereka berdua di sana. Padahal lokasi itu berupa gurun pasir, yang tidak ada seorang pun tinggal di sana. Jangan manusia, satu pohonpun tidak ada.

Dapat dibayangkan kesedihan Nabi Ibrahim as. Bertahun-tahun menanti kehadiran seorang anak, setelah lahir harus berpisah untuk waktu yang tidak ditentukan.

Dan kemudian, saat Allah swt mempertemukan kembali Nabi Ibrahim dengan istri dan anaknya, Ismail, belum habis menumpahkan rasa rindunya, Allah swt kembali menguji Nabi Ibrahim as. Allah swt memerintahkan Nabi Ibrahim as untuk menyembelih Ismail.

Walaupun berat di hati, tetapi karena keimanannya Nabi Ibrahim as melaksanakan perintah Allah swt tersebut. Dan kemudian terjadilah dialog antara Nabi Ibrahim dengan Ismail, sebagaimana dikisahkan di ayat di atas.

Walaupun perintah Allah swt, tetapi Nabi Ibrahim merasa perlu bertanya kepada Ismail, "Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?"

Nabi Ibrahim bukan tidak yakin pada perintah Allah sehingga dia harus meminta pendapat Ismail. Bukan! Hal ini semata untuk menunjukkan urgensinya dialog antara ayah dengan anak, dalam hal apa pun. Kalau perintah Allah saja harus didiskusikan terlebih dahulu, apalagi untuk urusan-urusan duniawi.

Dan jawaban Ismail pun menunjukkan kedewasaannya dalam berpikir, walaupun secara usia masih remaja atau anak-anak. Ismail menjawab pernyataan ayahnya, "Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar.”

Tentu saja jawaban seperti itu tidak begitu saja keluar dari mulut Ismail, tapi itu adalah hasil asuhan dan didikan orangtuanya. Sehingga dapat memahami bagaimana mensikapi perintah Allah swt.

Mengajak anak bicara, baik berdialog atau berdiskusi, sangat penting bagi kecerdasan intelektual, spiritualnya, maupun emosionalnya. Sehingga ketiga kecerdasan tersebut dapat tumbuh dan berkembang bersama secara seimbang.

 

Semoga bermanfaat.


Komentar