Day8 - Pantas Dulu Sebelum Pentas

 

sumber: IDN times


Allah Swt berfirman,

 

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).” (QS: Al-Anfal: 60)

 

Melalui ayat di atas Allah Swt menyuruh kita untuk melakukan persiapan diri, yang dalam kasus ayat di atas adalah persiapan untuk menghadapi peperangan. Dijelaskan di ayat di atas untuk mempersiapkan kekuatan apa saja yang kita sanggupi, apa saja yang bisa, apa saja yang kita punya. Mulai dari fisik, otak, hati (perasaan), harta serta jiwa tentunya. Persiapan diri itu kita saya istilahkan dengan pemantasan.

 

Apakah persiapan atau pemantasan ini hanya berlaku untuk perang?


Tentu tidak, semua lini kehidupan, semua momentum berharga dalam hidup ini. Mulai dari pendidikan, menikah, harta, karir serta kematian semua mesti di persiapkan, harus dipantaskan sebelum ia naik pentas.

 

Tentu banyak hal yang harus dilakukan sebagai persiapan atau pemantasan itu. Pasti ada rasa tak enak, mungkin juga muncul rasa tak nyaman, sehingga tanpa di undang rasa enggan dan malas pun hadir menggoda.

 

Itulah proses. Semakin sulit dan pahit proses yang dilewati maka yakinlah akan semakin manis hasil yang dituai nantinya.

 

Intan sebelum ia dipajang di etalase kaca dengan label harga jutaan, ia mesti rela menerima proses pembentukan dirinya dulu, di bakar, di gosok dilakukan berulang kali hingga jadilah ia intan.

 

Begitu juga dengan orang-orang hebat yang mengukir sejarah di muka bumi ini sehingga biografinya tertata rapi, di kaji serta dipelajari meski belasan abad telah berlalu. Bukan karena ia hebat tapi karena ketabahan serta kesabarannya dalam memantaskan diri. Proses pemantasan dirilah yang membawanya kepada prestasi puncak.

 

Sebagai manusia yang banyak khilafnya kadang kita hanya melihat diri seseorang dari hasil akhirnya saja, jarang dari kita yang mencoba melihat kebelakang bagaimana orang tersebut melalui banyak rintangan dan cobaan yang mendera sehingga akhirnya memunculkan sikap pesimis dan apatis, menganggap kalau prestasi hanyalah kebetulan semata.

 

Dari banyaknya orang yang terpukau akan hasil dari yang seseorang peroleh tapi jarang melihat proses yang mereka lalui, lahirlah generasi-generasi instan yang ingin cepat meraih hasil tanpa harus bersusah payah.

 

Ingin juara di kelas tapi malas belajar, melihat anak lain juara malah bilang “Ah itu faktor keturunan, bapaknya dosen, tuh.”

 

Ingin kuliah di perguruan tinggi negeri, tetapi cara belajarnya hanya untuk swasta. Melihat temannya lulus di negeri malah bilang, “Ah dia nyogok, tuh.”

 

Ingin punya bisnis berkah, berlimpah tapi cara-cara yang di tempuh mengabaikan hukum- hukum syar’i. Saat dinasehati malah bilang, “Sono lihat yang gelarnya haji juga gitu.”

 

Yang laki-laki ingin dapat istri seperti Aisyah tapi memantaskan diri dengan meneladani Rasulullah ogah.

 

Yang perempuan ingin dapat suami seperti Ali, disuruh pakai jilbab syar’i aja beribu alasan dikeluarkan.

 

Allah Swt tidak mengabulkan kita bukan berarti Allah benci kita, bukan berarti Allah tidak adil, tapi justru itulah Mahaadil Allah. Dia menunjukkan cintanya pada kita semua. Dia selalu memberikan sesuai kepantasan dan kelayakan kita.

 

#uripwid

Komentar