Hidup adalah Perlawanan


 


Ini adalah tulisan ketiga tentang manusia dan kehidupannya. Tulisan pertama dapat Anda baca di sini, dan tulisan kedua di sini.


Disadari atau tidak, hidup di dunia ini selalu dan terus berkompetisi. Baik berkompetisi resmi maupun tidak resmi.

 

Kompetisi resmi yang saya maksud adalah kompetisi yang memang diadakan dengan sengaja, dan kita ikut terlibat, dengan penuh kesadaran. Misalnya kompetisi badminton antar instansi, sepakbola antar klub, atau kompetisi lain non olahraga, seperti lomba menulis, lomba karya ilmiah, dan lain sebagainya.

 

Sementara kompetisi tidak resmi maksudnya kompetisi yang terjadi dalam aktivitas hidup kita. Dan, sepertinya kompetisi tidak resmi ini lebih banyak. Seorang siswa misalnya, di sekolah dia sebenarnya sedang berkompetisi menjadi juara kelas. Seorang karyawan berkompetisi menjadi karyawan terbaik. Setidaknya di mata atasannya. Begitupun seorang pedagang di pasar, berkompetisi dengan sesama pedagang dalam merebut pembeli. Para sopir angkot di terminal, berkompetisi dengan sesama sopir angkot.

 

Hidup kita di dunia ini pun, hakikatnya sedang berkompetisi. Berkompetisi dalam beribadah (fastabiqul khairat) menjadi hamba Allah Swt terbaik, mendapatkan pahala sebanyak mungkin. Sekaligus berkompetisi dengan syetan untuk menolak godaannya yang tidak pernah berhenti sedetik pun.

 

Itulah hukum yang pertama dalam kehidupan, yaitu Sunnah Tanafus atau Hukum Berkompetisi.

 

Hukum kehidupan yang kedua adalah saya namai saja Hukum Perlawanan (Sunnah Tadafu’). Hukum ini menunjukkan peristiwa yang sering terjadi antar makhluk hidup, yaitu saling ber-tadafu’, berkonfrontasi, berebut dan saling melawan.

 

Ketika ada seorang penguasa zalim yang menindas rakyatnya dan membuat berbagai kerusakan di sebuah negeri, maka akan ada seseorang atau sekelompok yang melawan kezalimannya. Walaupun boleh jadi yang melawannya dan lalu menggantikannya itu kemudian berlaku sama zalimnya, atau bahkan lebih zalim dari yang digantikannya. Dan seiring waktu, penguasa pengganti yang zalim ini pun akan ada lagi yang melawannya. Sampai kemudian muncul penguasa atau pemimpin yang adil.

 

Lalu, kapan Allah Swt mengirim penguasa yang adil?

Kelak, ketika umat Islam mau kembali dan taat kepada hukum dan ketentuan Allah Swt. Sebagaimana firman-Nya,

 

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, ….” (QS Al-A’raf: 96).

 

Keberkahan dari bumi salah satunya adalah keberkahan dari pemimpin yang adil.

 

Allah Swt mengutus Nabi Ibrahim As kepada Namrud yang tiranis. Juga mengirim Nabi Musa As kepada Fir’aun yang sombong. Di lain waktu mengangkat Thalut untuk melawan Jalut yang kejam. Kemudian menghadirkan Nabi Muhammad Saw di tengah-tengah masyarakat Quraisy yang musyrik dan suka membunuh.

 

Jadi Sunnah Tadafu’ merupakan sesuatu yang mesti ada dalam kehidupan dunia ini untuk mencegah kerusakan di bumi, sehingga sebagian manusia tidak melanggar hak asasi sebagian yang lain, dan si kuat tidak memangsa si lemah. Jika Sunnah Tadafu’ ini tidak ada, maka dunia akan dikuasai oleh hukum rimba.

 

Jadi, kapan pun ada penguasa atau pemimpin yang zalim.

Yakinlah! Akan ada yang melawannya, bahkan akan menggulingkannya. Seperti yang terjadi pada Ferdinand Marcos (Philipina), Fulgencio Batista (Kuba), Robert Mugabe (Zimbabwe), Antonio Salazar (Portugal), Amadou Toumani Toure (Mali), Thaksin Shinawatra (Thailand), atau Adolf Hitler.

 

Wallahu ‘alam.

Komentar