Taatnya Seorang Istri

 



Kewajiban seorang istri terhadap suaminya, yang utama, adalah taat.

 

Bagaimana, sih, bentuk taatnya seorang istri kepada suaminya itu?

 

Untuk menggambarkan kewajiban taatnya seorang istri kepada suaminya, melebihi ketaatan kepada orang tuanya, ada dalam kisah Zainab binti Muhammad Rasulullah Saw.

 

Zainab ini putri pertama Rasulullah Saw dari empat putri buah pernikahan dengan Khadijah binti Khuwailid.

 

Ketiga putri Rasulullah Saw lainnya adalah Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Fathimah.

 

Ketika usia Zainab menginjak sembilan tahun, Abul Al-Ash bin Ar-Rabi, putra saudara perempuan Khadijah yang bernama Halah binti Khuwailid, menaruh hati pada Zainab. Dia kemudian meminta Zainab kepada bibinya, Khadijah, untuk dilamar menjadi istrinya.

 

Rasulullah Saw menerima pinangan Abul ‘Ash dengan gembira. Pernikahan ini terjadi sebelum Rasulullah Saw menerima wahyu untuk menjadi Nabi dan Rasul.

 

Setelah Rasulullah Saw menjadi Nabi dan Rasul, Zainab pun masuk Islam. Namun, tidak dengan suaminya. Walaupun sudah diajak dengan sangat oleh Zainab.

 

Zainab pun bersedih, tetapi ia terus berdoa agar Allah Swt membukakan hati suaminya untuk ikut masuk Islam. Namun, waktu yang lama, bujukan dan ajakan dari Zainab pun tak meluluhkan hati Abul Al-Ash bin ar-Rabi untuk masuk Islam.

 

Sampai kemudian Rasulullah Saw dan kaum muslimin harus hijrah ke Yasrib (Madinah) pun, dia tetap menolak masuk Islam. Bahkan melarang Zainab ikut berhijrah bersama ayahnya, Rasulullah Saw.

 

Dapat dibayangkan keinginan kuat Zainab untuk ikut pergi Hijrah ke Madinah mengikuti Rasulullah Saw dan kaum muslimin yang lain. Selain sebagai muslim yang ingin mendapatkan tempat yang layak untuk hidup berdasarkan syariat, juga keinginananya untuk berdekatan dengan sang ayah yang sangat dicintainya.

 

Apalagi Zainab belum lama ditinggal ibu tercintanya, Khadijah, yang wafat.

 

Hampir setiap hari Zainab menangis karena rasa sedihnya. Tetapi kecintaan dan ketaatannya pada suami menyebabkan dia harus menanggung semua kesedihan itu.

 

Rasulullah Saw pun tidak bisa memaksanya. Kecintaannya pada putri pertamanya tidak bisa mengalahkan ‘aturan’ bahwa seorang istri harus mengikuti suaminya.

 

Itulah Zainab binti Rasulullah yang mengorbankan rasa cintanya kepada ayahnya, Rasulullah Saw, untuk tetap hidup dalam sepi bersama suaminya, Abu Al-Ash bin Ar-Rabi’.

 

Sampai kemudian, di tahun kedua setelah hijrah, terjadi Perang Badar. Abu Al-Ash bin Ar-Rabi’ pun ikut berangkat bersama pasukan Quraisy. Di akhir perang, suami Zainab itu menjadi tawanan perang. Dan, bukti kedua dari kecintaan dan ketaatan Zainab kepada suaminya pun dibuktikannya lagi.

 

Di dalam buku ‘Peperangan Rasulullah saw’ di bab Perang Badar, sub bab Tawanan Perang, dikisahkan bahwa Abu Al-Ash bin Ar-Rabi’ suami dari Zainab binti Rasulullah Saw termasuk salah seorang tawanan perang Badar, yang akan dibebaskan dengan cara penebusan.


   Baca juga: Jadilah Pakaianku

 

Setelah Rasulullah Saw memutuskan tawanan perang ini boleh ditebus, maka penduduk Makkah pun menebus saudara, ayah, anak, keponakan, suami mereka yang menjadi tawanan di Madinah. Tidak terkecuali Zainab binti Rasulullah Saw.

 

Mendengar suaminya menjadi tawanan, dan boleh ditebus, Zainab pun menitipkan hartanya pada utusan Makkah yang akan pergi ke Madinah untuk menebus tawanan.

 

Tahukah Anda apa yang diberikan Zainab untuk menebus suaminya?

 

Zainab memberikan harta yang paling dicintainya, yaitu seuntai kalung yang dulu diberikan ibunya, Khadijah, sebagai hadiah pernikahan. Rasulullah Saw pun terenyuh hatinya saat melihat kalung itu. Beliau tidak tega untuk menerimanya.

 

Dalam sebuah riwayat yang dikisahkan Aisyah ra, disebutkan,

 

“Ketika penduduk Mekah mengirim utusan mereka untuk menebus tawanan, Zainab binti Rasulullah Saw mengirimkan harta untuk menebus Abu Al-Ash bin Ar-Rabi’. Ia mengirimkannya beserta kalungnya, yang dulunya adalah milik Khadijah yang diberikan kepada Zainab ketika Abu Al-Ash menikahinya. Ketika Rasulullah SAW melihatnya, beliau sangat berbelas kasih kepadanya, seraya bersabda, ‘Jika kalian berpandangan untuk melepaskan tawanan (Abu Al-Ash) itu untuknya (Zainab), dan mengembalikan kepadanya apa yang yang menjadi miliknya, maka lakukanlah’. Mereka menjawab, ‘Baiklah wahai Rasulullah’. Lalu mereka melepaskannya dan mengembalikan harta tebusan itu kepadanya.”


   Baca juga: Pengorbanan Seorang Istri

 

Rasulullah Saw pun akhirnya memulangkan Abu Al-Ash bin Ar-Rabi’ dan mengembalikan kalungnya ke Zainab.

 

Kecintaan Zainab kepada ayahnya, Rasulullah Saw, tidak bisa membuatnya untuk tidak taat pada suaminya.

 

Taatnya pada suami melebihi cinta pada ayahnya, sekalipun itu seorang Rasulullah.


   Baca juga: Kaum Pengganti

Komentar